Rabu, 06 Mei 2015

Nasi Kucing dan Pemberdayaan ekonomi Rakyat Kecil

Namanya Bu Atun, begitu dia memperkenalkan dirinya, tatkala aku menanyakan namanya setelah habis satu bungkus nasi kucing rames yang tandes aku makan. Sejak tinggal di Semarang 13 tahun silam aku memang menjadi penggemar nasi kucing. Ha ha ha kepikirannya dulu apa itu nasi kucing, aku pikir nasi seperti untuk kucing, yang isinya hanya nasi sekepal dan ikan asin yang sudah hancur lebur. Tetapi begitu masuk ke tenda nasi kucing , wuaaaa kagetlah aku. Nasi kucing yang pertama kali aku sambangin adalah nasi kucing di pleburan barat, dekat pengkolan jika mau ke kampus. menunya lengkap luar biasa. dari nasi kucing daging rendang, nasi kucing pindang, nasi kucing teri, nasi kucing ayam bali, nasi kucing telur dadar, nasi kucing telor rendang, nasi kucing rempelo ati, nasi kucing pedo, nasi kucing orak arik , nasi kucing bakso , nasi kucing usus, nasi kucing keong, nasi kucing kerang, nasi kucing cumi, nasi kucing udang, nasi kucing sayur kacang bakso, nasi kucing sawi bakso dan yang paling favorit adalh nasi kucing teri lombok ijo.  Ha ha ha banyak kan macemnya, tetapi ternya masih banyak lainnya yang belum kusebutin.


Pertama kali beli dulu, satu porsi nasi kucing seharga 700 perak, lalu naik menjadi 900, lalu menjadi 1000, lalu naik menjadi 1200, dan sekarang sekitar 1500 -2000 perak, trergantung menunya. Awalan beli dulu, biasanya dibawa pulang, setelah itu baru ketika masuk Lembag Pers mahasiswa dan suka nglembur sampai malam, biasanya kita nongkrong bareng bareng di Nasi kucing sambil kongkow kongkoww melepas penatnya otak yang diajak kerja keras.

Hari ini saya ke kantor pos di dekat kantor Bank Indonesia untuk mengirimkan hasil penelitian yang dilakukan bersama sama dengan dosen lainnya. Hehhhhh, rasanya lega ketika sudah mengirimkan hasil laporan akhir ini. Legaaaa pooolll. Selesai mengirimkan laporan, sebenarnya niat hati mau cepat cepat kembali ke kampus bawah, ada janji bersama rekan untuk naik ke atas bersama sama. Tetapi pandangan tiba tiba langsung terpaku pada dua orang cewek yang sedang duduk dan makan nasi bungkus, Ha ha ha mata langsung melirik sstttsss, dan iyaps ada pangsit di sana , pangsit goreng, salah satu hobi kesukaan. Tanpa mikir panjang langsunglah aku bilang sama ibunya, ibu saya beli pangsitnya 5000. Tetapi belum selesai dibungkus, melihat mbaknya makan lahap, usus di perut menjadi sedikit tertarik untuk mencobanya. Akhirnya aku bilang sama mbaknya , mbak bisa geser. Kutepis rasa sungkan kalau ketemu mahasiswa, hua ha ha ha, dosennya cuek beibeh makan sendirian di pinggir jalan,  perempuan lagi . ha ha ha, atau malah jangan jangan mereka minta traktir makan bersama ha ha ha.


gorengan tak sehat kayak apapun, tetep menarik (foto SF)
Dan pada akhirnya duduklah saya disitu dan dengan mantap mengucapkan "Ibu nasi rames yaks" lalu diambilkanyalah sama ibunya nasi rames, garpu dan sendok (ha ha ha, pakai garpu segala, berasa makan di resto) . Langsung kubuka dan kumakan nasi rames, tak lupa aku memesan mendoan yang setengah matang, hemmmmm nyammie, Dan memang weitsss rasanya ramesan Bu atun ini , ndak rugi aku duduk di pinggir jalan , beneran deh. dengan sayur mie dan oseng kacang tempe ini membuat lama berbetah betah dan nambah. Lalu dengan sok akrab aku bilang "ibu pintar masak, masakannya enak" . Ibunya cuman senyum dikit, hyaaaaa... belum masuk ini. Lalu dengan cuek kutanya lagi, ibu tinggal dimana? Lalu ibunya menjawab, di Pleburan mbak .... ha ha ha jalan masuk ini, wahhh sama bu, saya sepuluh tahun tinggal di pleburan lho bu, dan ibunya mulai mencair.. di tengah tengah, aku bilang, salam ya bu buat bu anna, tetangganya, saya akrab sama bu anna... makin akrablah dia. Aseekkk.

lalu kuberanikan diri memberinya saran, ibu mengapa ibu tidak memakai tempat yang ada tutupnya untuk gorengannya. Nanti insya allah pembeli ibu nambah mesti, karena melihat gorengannya tanpa tambahan debu jalanan wkwkwk. Lalu ibunya menjawab, saya sebenarnya ada tutup mbak, cuman ya itu menuhin meja. Pikiranku melayang dengan teman yang akan menjemputku di kampus, kagak pernah mau dia mesti kuajak makan disini< memang nanti anak itu harus aku kenalkan gaya hidup kaum proletar wkwkw. Maka itulah kusarankan ke ibunya untuk menggunakan tutup pada makanan gorengannya. 
Bu Atun sedang membungkus nasi kucing Teri (dokumen SF)
Kulirik tempat Bu Atun berjualan, tiba tiba dia mengeluarkan panci masak nasi dari majic com... lho lho ada listrik segala, akhirnya kusaukan pandanganku ke segala arah. Weisshhh ada lemari esnya juga, eh ada dispenser juga.. hebatttt. Lalu kuberanikan diri bertanya sambil makan mendoan, Ibu listriknya dari mana? Dia menjawab PLN ... lho pln? ada meterannya dong Bu? Ada kan saya bayar tiap bulan... owowowow... Lalu kuteruskan , Ibu ndak takut digusur ? Dia menjawab dengan sambil tersenyum "Halllah nak , namanya juga hidup di jalanan, ya ndak takut, digusur ya sudah digusur saja" weishhh si ibu tawakal bener . Lalu aku nanya lagi ... ibu bayar listriknya berapa? sehari 10.500 mbak , kalau sebulan 315 saya membayarnya... lho lho lho tadi katanya meteran, kok mbayarnya ditentuin. Kutegaskan lagi, ibu mbayar ke pln resmi atau oknum? Ya pln mbak ..... oooooooo aku cuman bilang begitu.

Di sebelahku duduk dua orang pegawai Pos yang juga sedang menikmati masakan ibunya, lalu nambah seorang lagi dan langsung membuka nasi rames> Bapak yang baru datang ini langsung bilang, Wah yu, dirimu kalau ada modal , buka warung nasi, laris mesti, enak masakannya. dalam hati aku mengamini, iya memang enak masakannya. Nasi terinya juga, masakan terinya itu , hemmmm, tak terlupakan.

Selesai satu bungkus nasi, aku memesan es teh manis, ha ha ha ha, maksud hati berlama lama di sana. Lalu aku minta ijin sama Bu atun, saya ambil gambarnya ya bu .. Ibunya menolak halus dan seperti curiga , lalu aku tekankan, bu saya suka nulis di blog tentang kulineran dan lain lain. Oh ya bu saya ngajar di Undip .... ha ha ha kukeluarkan jurus terakhirku .... dan ibunya langsung berbinar binar, aseekkkk. Setelah itu tanpa diminta dia bercerita, bahwa sebenarnya 11 tahun lalu yang punya tempat itu adalah almarhum mertuanya, buka bengkel tambal ban di situ, Aku langsung teringat memoriku, oh iya, dulu kan aku pernah kebanan di situ. Terus setelah dia jadi mantu bapaknya, dia mencoba menambah dengan membuka jualan rokok, permen, dan lainnya. Seiring waktu sekarang dia membuka nasi kucingan, hasilnya lumayan. Tiba tiba dia bertanya " Mbak dosen , ndak malu makan dipinggir jalan begini?" Ha ha ha ha aku menjawab.. wkwkwk, kenapa malu bu, memang kalau dosen atau apalah apalah harus milih milih tempat buat makan... saya mah kalau saya suka ya saya jabanin, asala tidak merugikan hak orang " cieeee jawaban pencitraaan ha ha ha ha. Lalu Bu atun bercerita ada beberapa orang pegawai kantor di lingkungan tersebut yang sukanya nitip, ndak mau nongkrong disitu karena katanya malu, menurunkan prestise... cieee prestise, tahu aja ibu kosa katanya. Aku jawab saja.... asal mbayar, saya makan dimana saja bisa bu .. wkwkwk.Ternyata sudah tandaslah aku makan nasi kucing dengan 4 mendoan goreng dan dua pangsit . Total dengan beli 3 pangsit, 5 mendoan, satu gelas es teh manis dan dua bungkus nasi kucing ,  aku harus mengeluarkan uang sekitar 11.000 atau 13 ribu gituh tadi.
Tandas tak bersisa (dokumen SF)


Kulirik jam tanganku ... whatssss , ngobrol sama ibunya sampai bisa satu jaman, ha ha ha, bisa digantung aku sama temenku yang janjian ke atas bareng. Buru buru aku mau pamit sama ibunya tiba tiba ada mobil nglakson ..... Dan ketika kulirik temenku yang satu ini sudah senyum di dalam mobil sambil geleng geleng. Ha ha ha sudah bisa kubaca jelas di pikirannya, dia ini ndak bisa makan pinggiran jalan yang tidak higenis katanya , debu debu di pinggiran itu yang membuat pencernaannya bermasalah. Wkwkwk, untungnya perutku itu bisa diajak kompromi, mau makan dimanapun okelah... Tetapi sampai di kampus ternyata temenku yang satu ini meminta satu bungkus nasi teri yang aku beli dan sebuah mendoan, lalu tiba tiba bilang, wah mendoannya enak ini.... besok kalau lewat belilah... ha ha ha ha, rupanya dia telah teracuni dengan gaya hidupku ha ha ha.

Aku dalam hati hanya berharap semoga pemerintah tak lagi main gusur terhadap para pedagang kecil ini, Bukannya menyediakan lapangan kerja tetapi malah membuat orang yang sebelumnya berpenghasilan menjadi pengan gguran. Semoga Tak seperti di stasiun stasiun kereta api KRL di jakarta, pedagang kecil dihabisi setelah itu ternyata muncul starbuck, indomaret, Roti O, bahkan kfc ... Jika masalahnya adalah kerapian dan kecantikan stasiun, mengapa tak difasilitasi dengan dibangunkan bangunan yang indah dan diberi aturan tegas, jika tetap kumuh ijin jualan dicabut, mereka pasti tetep mau walaupun untuk mendapatkan ruang  harus membayar. Bukankah lapangan UMKM ini lah yang menjadi salah satu penyelamat tatkala badai krisi menghantam Indonesia, walaupun nilainya masih kecil.

#Rabu,  tatkala menyusuri jalanan semarang sembari menyusuri hati yang sedang terperdaya oleh dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar