UMKM semakin hari semakin berpendar
warnanya, krisis 2008 yang menyerang Indonesia, bisa ditangkis dengan
mantapnya UMKm kita. Walaupun banyak juga UMKM yang berguguran di jalan
krisis 2008. Toh nyatanya Indonesia dengan bangga bisa bersanding dengan
China dan India, tiga tiganya Negara di dunia yang mengalami
pertumbuhan ekonomi di dunia pada tahun 2009 ini. Hal ini tentunya
semakin membuka mata pemerintah kita untuk sudah tidak bermain main lagi
dengan peningkatan UMKM.
Dalam kaitan strategi peningkatan pembiayaan kepada sektor UMKM ke depan, maka perlu
mencakup empat aspek pokok yaitu: (i) Strategi untuk penguatan iklim
investasi dan iklim usaha yang kondusif bagi sektor UMKM, (ii) Strategi
untuk penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha sektor UMKM,
(iii) Strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan dalam
pembiayaan kepada sektor UMKM, dan (iv) Strategi untuk pengembangan
berbagai perangkat penunjang (infrastuktur) bagi peningkatan pembiayaan
sektor UMKM.
Pembiayaan
dengan pola bagi hasil yang ditawarkan oleh bank syariah sangat cocok
untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM. Hal ini dikarenakan dalam
pengembangan UMKM, diperlukan
lembaga multifinance, yang selain memberikan pembiayaan juga memberikan
penyediaan bantuan dalam hal manajemen. Dan ini dimiliki oleh perbankan
syariah. Dalam pengembangannya, perbankan syariah menerapkan prinsip
tersebut dengan bagi hasil , baik sistem musyarakah maupun mudharabah.
Pembiayaan bagi hasil adalah sejalan dengan siklus usaha, berbeda dengan perbankan konvensional yang anti-siklus. Ketika sektor riil lumpuh, lembaga konvensional itu tetap hidup dari spread yang
didapat karena instrumen derivatif, padahal hal itu akan memacu inflasi
yang lebih tinggi. Pola bagi hasil pada intinya adalah berbagi resiko
sehingga kedua belah pihak yaitu bank dan nasabah memiliki tanggung
jawab untuk bersama-sama mengembangkan usaha sehingga akan tercipta sustainability usaha yang berimplikasi pada peningkatan ekonomi rakyat.
Salah satu sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam dunia perbankan adalah Syirkah atau Bagi Hasil atau Profit Sharing. Dalam Syirkah ini beberapa macam pembiayaan usaha ,yaitu : Al-Musyarakah,Al Mudharabah, Al – Muzara’ah, Al Musaqah (Antonio, Bank Syariah sebagai pengenalan umum).
Al Musyarakah adalah suatu akad yang terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk saling menyertakan modalnya dalam suatu usaha. Dan mereka saling berbagi keuntungan ataupun kerugian berdasarkan kesepakatan bersama. Sedangkan Al-Mudharabah adalah suatu akad dimana shahibul maal (kreditur ) memberikan dananya 100 % dan pihak lainnya (mudarib) sebagai pengelola. Jika terjadi kerugian maka semua ditanggung oleh shahibul maal dan mudharib. Sedang keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan. (Prinsib-Prinsib Bank Syariah, Antonio)
Dilihat
dari sini maka hal dasar yang membedakan antara sistem kredit
konvensional dan sistem kredit bank syariah adalah terletak pada sistem
pengembalian modal (pembagian keuntungan ataupun kerugian). Dalam sistem
konvensional didasarkan pada modal yang dipinjam, jadi untung atau rugi
tidak diperhitungkan. Sedangkan bagi bank syariah keuntungan didasarkan
pada keuntungan atau kerugian yang didapat (actual profit / revenue) tidak pada modal yang disetor.
Bagi
UMKM hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi mereka, karena bila di
akhir nanti terjadi rugi maka yang menangung adalah dua pihak, yaitu
antara pihak penyandang dana dan UMKM sendiri. Hal ini akan membuat UMKM
mencoba untuk berusaha lagi karena modal yang digunakan untuk menangung
kerugian tidak terlalu besar. Beda dengan bank konvensional, maka
kerugian yang ditangung adalah sebesar modal dan ditambah dari
presentase bunga yang disepakati.
Penetapan
tahun Mikro oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005
tentulah bukan hanya sembarang penetapan. Alasannya dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Kontribusi
terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2002, UMKM telah
menyumbang sekitar 46,71 persen dari PDB (tanpa migas) dan sekitar 41,25
persen dari PDB (dengan migas). Angka ini kemudian meningkat menjadi
56,7 persen atau Rp1.013 triliun pada tahun berikutnya 2003. UMKM telah
memberikan kontribusi sekitar 2,4 poin persentase dari 4,1 persen pertumbuhan PDB nasional.
2. Kedua,
penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2002, UMKM menyerap sebanyak 68,28
juta tenaga kerja atau sekitar 88,70 persen dari seluruh tenaga kerja
yang ada. Kontribusi ini meningkat menjadi 79 juta tenaga kerja atau sekitar 15,7 persen pada tahun 2003.
3. Ketiga,
kontribusi terhadap sektor moneter. Tingkat kredit macet UMKM pada
tahun 2002 hanya sekitar 3,9 persen, sementara kredit macet di sektor
perbankan sendiri mencapai sekitar 10,2 persen (Gunawan Sumodiningrat,
Kompas, 16 September 2004).
Resistensinya
UMKM terhadap krisis moneter sebenarnya bukan menjadi landasan utama
mengapa pemerintah harus menaruh perhatian yang besar, terutama dalam
penyaluran kreditnya. Tetapi pengembangan UMKM di pedesaan dapat
berperan dalam hal pemerataan pembangunan, maupun distribusi ekonomi dan
pendapatan yang sehat. Dengan demikian masalah-masalah migrasi,
urbanisasi, pengangguran dan penghuni liar kian berkurang secara gradual
dan siginifikan.
Namun
itu semua bukanlah hal yang mudah, hal ini dikarenakan krisis yang
berkepanjangan juga menghancurkan sistem perekonomian Indonesia.
Akibatnya kita juga harus melakukan dua hal secara bersamaan :
menanggulangi krisis serta mempersiapkan infrastruktur yang kuat dan
kondusif bagi pengembangan UMKM.
Proses
ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pelaku pasar saja (secara parsial)
tetapi harus dilakukan oleh semua unsur secara komprehensif dan
simultan
Dalam
kerangka pendekatan yang komprehensif tersebut pemerintah yang dalam
hal ini diwakili bank memegang peranan yang sangat penting. Hal ini
dikarenakan kesulitan utama pengembangan UMKM adalah ketidakmampuan mereka dalam menyediakan modal, jaminan dan keahlian yang memadai untuk mejalankan usaha dengan efektif dan efisien (profesionalisme).
Pelayanan perbankan juga tidak bisa lagi mengandalkan ‘penjualan uang’ dengan mengandalkan pendapatan dari bunga . Pendekatan yang dilakukan bukan dengan pendekatan commersial banking yang melihat aspek kredit dari jaminan yang diserahkan oleh debitur melainkan harus dengan pendekatan investment banking.
Pendekatan investment banking adalah pendekatan dimana bank disamping menyediakan modal (financing assitance) juga menyertai dengan pembinaan (technical assistance). Hal ini dimaksudkan untuk :
1. Mengoptimalkan pembiayaan yang diberikan kepada UMKM sehingga mereka dapat memenuhi kewajibannya
2. Bank mempunyai kepentingan untuk senantiasa melakukan inovasi dan diversifikasi guna menunjang keberhasilan ekspansi yang berkelanjutan demi bank itu sendiri.
Selain
itu persiapan dan pemenuhan infrastruktur bagi perbankan syariah
seperti peraturan peraturan untuk mengembangkan ekonomi Indonesia harus
segera digarap oleh eksekutif dan legislative, sehingga bank syariah
dapat banyak melakukan improvisasi pembiayaan kepada UMKm yang sesuai
dengan syariah tanpa terganjal peraturan yang belum jelas.
Nah
saatnyalah saat ini perbankan syariah harus membuktikan kepada publik
bahwa mereka benar benar berbeda dengan bank konvensional, sehingga
ejekan, “ Bank Konvensional berjilbab” dapat dihilangkan dari perbankan
syariah. Kita doakan bersama. (sf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar