Di dalam Al Qur`an Surat At-Taubah :105
”
Dan katakanlah (hai Muhammmad), bekerjalah kamu niscaya Allah melihat
pekerjaanmu, juga Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Dan kamu akan
dikembalikan kepada yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang Nyata.
Maka ia memberitahu kepadamu apa yang telah kamu perbuat.”
Rasulullah Bersabda :
”
Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari makanan
yang diperoleh dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah Daud
as. makan dari hasil usahanya”
Islam
memerintahkan manusia agar mengamati yang didalamnya terkandung
berbagai sumber kekayaan alam, sebagaimana ia juga menganjurkan untuk
memelihara dan mendayagunakannya.
Sebagaimana dalam firman Allah :
”
Dan Allah menundukan untukmu apa-apa yang ada di langit dan di bumi
semuanya. Sesungguhnya, yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi
kaum yang mau berpikir.”
” Tidakkah
kamu mengetahui bahwa Allah menundukan untukmu apa-apa yang ada di
langit dan di bumi semuanya. Sesungguhnya, yang demikian itu merupakan
tanda-tandabagi kaum yang mau berpikir.
Tetapi dalam melakukan usaha Islam memberikan batasan-batasan, termasuk didalamnya mengharamkan bentuk-bentuk mata pencaharian yang buruk.
Menurut Iwan P. Pontjowinoto, disebutkan bahwa dalam melakukan usahanya, manusia dibatasi aturan. Dan Islam memberikan Syariat (aturan) dalam hal dasar konsep berusaha. Menurut Iwan dasar konsep berusaha yang Islami adalah :
a. Berusaha untuk mengambil yang halal dan yang baik
Allah
SWT telah memerintahkan kepada seluruh manusia, bukan hanya orang
beriman saja, untuk hanya mengambil sesuatu yang halal dan baik (thoyib). Hal ini sebagaimana termaktub dalam Q. S Al Baqarah 168 :
” Hai sekalian manusia,
makanlah (ambilah) yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan ; karena sesungguhnya
syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
selain itu dalam hadist Rasulullah SAW disebutkan :
”Sesungguhnya
perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan diantara
keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak
diketahui oleh banyak orang. Oleh karena itu barang siapa menjaga diri
dari perkara syubhat, ia telah terbebas (dari kecaman) untuk agamanya
dan kehormatannya……….Ingat! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada sebuah
gumpalan, apabila dia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan apabila
dia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain ia adalah hati”
sehingga
sesungguhnya antara yang halal dan yang haram itu jelas. Dan segala
sesuatu yang tidak halal, termasuk yang syubhat, tidak boleh menjadi
obyek usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha.
b. Memperoleh hasil usaha hanya melalui perniagaan yang berlaku secara ridho sama ridho karena saling memberi manfaat
”
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku secara ridho sama ridho di antara kamu” (Q. S. An Nisaa : 29)
Kemudian
Allah memerintahkan kepada orang yang beriman, jadi tidak kepada
seluruh manusia, agar apabila ingin memperoleh keuntungan dari sesamanya
hanya boleh dengan jalan perniagaan (baik barang atau jasa) yang
berlaku secara ridho sama ridho. Ridho sama ridho yang dimaksud disini
bukan hanya sekedar suka sama suka. Hal ini bisa dijelaskan hadist
berikut :
”
Nabi Muhammad saw pernah mempekerjakan saudara Bani `Adiy Al Anshariy
untuk memungut hasil Khaibar. Maka ia datang dengan membawa kurma Janib
(kurma yang paling bagus mutunya) Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya :
Apakah semua kurma khaibar seperti ini? Orang tersebut menjawab :
Tidak, demi Allah, wahai Nabi Utusan Allah. Saya membelinya satu sha`
dengan dua sha` kurma Khaibar (sebagai bayaranya). Nabi Muhammad
bersabda : Janganlah berbuat begitu, tetapi tukarkan dulu dengan jumlah
yang sama, atau juallah ini (kurma Khaibar) lalu belilah kurma yang baik
dengan hasil penjualan (kurma Khaibar) tadi.
Hal
ini menjelaskan bahwa harga dalam setiap perniagaan harus mengikuti
penilaian (valuasi atau mekanisme ) pasar. Karena penilaian yang
dilakukan melalui mekanisme pasar akan memberikan penilaian yang adil.
Tentunya selama pasar berjalan wajar. Sehingga kaidah ”ridho sama ridho”
yang disaratkan dapat tercapai.
Dan untuk memfasilitasi ini diperlukan
sarana alat tukar nilai yang disebut uang.
c. Fungsi uang yang utama adalah sebagai alat tukar nilai di dalam transaksi
Imam Ghazali menyatakan ”Uang bagaikan cermin, ia tidak mempunyai warna namun dapat merefleksikan semua warna”.
Maksudnya uang itu sendiri seharusnya tidak menjadi obyek (perniagaan )
melainkan, semata-mata untuk merefleksikan nilai dari obyek. Dan
bagaikan cermin, uang harus dapat merefleksikan nilai dari obyek
(perniagaan) secara jernih dan lengkap.
Dalam
syariah Islam, uang semata-mata berfungsi sebagai alat tukar. Karena
itu uang diperlukan untuk memperlancar perniagaan. Artinya peran uang
sejalan dengan pemakaian uang itu dalam perniagaan. Sehingga bila uang
disimpan dan tidak dipakai dalam perniagaan maka masyarakat akan merugi
karena perniaagaan akan mengalami hambatan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ibnu Khaldun ” Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh
banyaknya uang di negara tersebut tetapi ditentukan oleh tingkat
produksi di negara tersebut dan akan kemampuan untuk memperoleh neraca
perdagangan yang positif”.
d. Berlaku adil dengan menghindari keraguan yang dapat merugikan dan menghindari resiko yang melebihi kemampuan
Dalam
perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu,
termasuk pada lawan yang tidak disukai. Hal ini termaktub dalam Al
Qur`an.
”
Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan
takwa.” ( Q. S. Al Ma`idah : 8)
’Sesungguhnya Allah menyuruh adil dan berbuat kebajikan”.(Q.S. An Nahl :90)
” Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan Adil”.(Q S. Al An`am :152)
Berlaku
adil akan dekat dengan takwa, karena berlaku tidak adil akan membuat
seseorang tertipu pada kehidupan dunia. Sehingga dalam perniagaan, Islam
melarang untuk menipu dan membawa kondisi yang dapat menimbulkan
keraguan yang dapat menyesatkan (gharar).
e. Menjalankan usaha harus memenuhi semua ikatan yang telah disepakati dan manusia bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
” Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (Q.S. Al Ma`idah :1)
Melihat
ayat di atas , menjelaskan Islam mengharuskan dipenuhinya semua ikatan
yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus
dilaksanakan secara ridho sama ridho, disepakati semua pihak terkait.
Selain
itu manusia diciptakan dengan perbedaan, dimana sebagian diberi
kelebihan dibandingan sebagian yang lain, dengan tujuan agar manusia
dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang baik. Hal ini termaktub
dalam :
Q. S. Az Zukhruf :32)
”Kami
telah meninggikan antara mereka penghidupan mereka dalam penghidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang
lain beberapa derajad, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmad Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan
.”
Diterangkan
Ibnu Khaldun bahwa setiap individu tidak dapat dengan sendirinya
memperoleh kebutuhan hidupnya. Setiap manusia harus bekerjasama untuk
memperoleh kebutuhan hidup dalam peradapannya. So masihkah kita
berpengku tangan menunggu belas kasihan orang lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar