Minggu, 04 Maret 2012

Buat anak kok coba coba, yang halal dong

Sebenarnya hal ini sudah terjadi satu tahun setengah yang lalu, tepatnya kapan saya agak lupa. Tapi yang jelas waktu itu saya menunda keinginan untuk melanjutkan kuliah ke pasca sarjana hanya agar kakak saya mengambil pembiayaan di bank Syariah.


Slama beberapa hari kakak dan istrinya survey melihat lihat di beberapa daerah. Setelah melihat lihat , cocoklah keluarga kakak dengan sebuah rumah, yang harganya waktu itu 850 juta rupiah. Setelah dihitung hitung maka total biaya pembelian rumah tersebut mencapai 920 juta rupiah.Dan ndak mungkin waktu itu membayar cash. Maka butuhlah penalang dana, alias bank he he

Pada waktu itu total Gaji kakak dengan istri adalah sekitar 14 juta setiap bulan, sedangkan rata rata peraturan perbankan minimal pengajuan kredit hanya 40% dari total gaji untuk angsuran setiap bulan. Saat itu kakak saya adalah nasabah bank besar di Indonesia yang terkenal dengan jaringannya yang luas. Karena sudah menjadi nasabah dan kebetulan kakak memiliki tabungan agak besar, maka mereka pun menawarkan kredit perumahan dengan bunga fix 5 tahun sebesar 8,5 %. 

Saya waktu itu cukup pusing juga, antara pulang atau mencoba membujuk kakak untuk mengambil di bank syaraiah. Akhirnya berbekal kenalan teman dikampus, saya mencoba menghubungi seluruh bank syariah di Jakarta, dari BRI syariah, Permata syariah, BNI syariah, Muamalat, BTN Syariah, Mandiri Syariah, sampai DKI syariah. 

Alhamdulilah walaupun hanya menggunakan by phone, mereka menjawab semua pertanyaan saya dengan sabar. Sorenya, ketika kakak ipar pulang, kujelaskan semua seperti apa yang mereka katakana dan pesanan pertanyaan drai kakak ipar. Dari berapa marginnya, fix atau flat, maksimal dengan total gaji berdua bisa mengambil pinjaman berapa, lalu masa pinjaman, bagaimana jika dilunaskan diawal. Dari beberapa pilihan hanya Bank DKI Syariah yang paling murah, selain itu kebetulan teman juga kerja disana, tetapi sayangnya, pinjaman maksimal kakak kurang mencukupi untuk membeli rumah.

Dari jawaban jawaban yang diberikan pegawai perbankan tersebut, aq jadi mengetahui hitung hitungan pengambilan KPR di perbankan syariah. Tetapi walaupun begitu kakak masih tertarik dengan pembiayaan di BCA, selain murah bunganya, sifatnya juga fix dan flat. Bingung, harus bagaimana lagi, jika dibandingkan dengan bank syariah, BCA jelas lebih unggul, dari rumah lebih dekat, selain itu bunga yang ditawarkan juga kecil. Akhirnya berdiskusilah kita mengenai mengapa sih harus ke bank Syariah. Kakak masih berpendapat bukankah sama saja, antara margin dan bunga, toh sama sama ada tambahan. Malah margin Bank syariah lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional, gimana mau mengembangkan perekonomian islam dan masih banyak lagi pertanyaan yang dilontarkan kakak saya.

Akhirnya saya teringat dari penjelasan Bang Adiwarman waktu sering ngisi di acara KSEI di kampus, dengan nada suara rendah saya bertanya kepada kakak, apa beda dan persamaan jimak dengan istri sama jimak dengan yang bukan istri. Waktu itu kakak jawabnya yang satu dosa yang satu tidak. Akhirnya saya mencoba menerangkan. Cara jimaknya sama mungkin rasanya juga sama, tapi bedanya yang satu sudah halal yang satu tidak karena akadnya berbeda. Begitulah antara bunga bank dengan margin bank syariah, jumlahnya mungkin sama bahkan kadang lebih tinggi margin dibandingkan bunga, tetapi yang satu dibolehkan yang satu tidak, karena akadnya saja sudah berbeda. Waktu itu kakak saya Cuma bilang ooooooooo begitu.

Lalu sorenya ketika kita nonton TV , tiba tiba kakak ipar saya meminta tolong untuk segera memfollowup salah satu perbankan syariah. Alhamdulilah tentunya, kata dia Cuma satu, Kalau buat Asa (anaknya namanya Asa), dia tidak mau coba coba, harus yang halal. Wah bener juga, buat anak kok coba coba. Bayangkan jika separuh saja umat muslim di Indonesia berpikir yang penting Halal, maka jumlah dana DPK perbankan Syariah yang hanya 5% dari total seluruh DPK di perbankan Indonesia tidak hayal lagi bisa melesat cepat menuju hitungan yang fantastis.**sf**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar