Sebenarnya
hal ini sudah terjadi satu tahun setengah yang lalu, tepatnya kapan
saya agak lupa. Tapi yang jelas waktu itu saya menunda keinginan untuk
melanjutkan kuliah ke pasca sarjana hanya agar kakak saya mengambil
pembiayaan di bank Syariah.
Slama beberapa hari kakak dan istrinya survey melihat lihat di beberapa daerah. Setelah
melihat lihat , cocoklah keluarga kakak dengan sebuah rumah, yang
harganya waktu itu 850 juta rupiah. Setelah dihitung hitung maka total
biaya pembelian rumah tersebut mencapai 920 juta rupiah.Dan ndak mungkin waktu itu membayar cash. Maka butuhlah penalang dana, alias bank he he
Pada
waktu itu total Gaji kakak dengan istri adalah sekitar 14 juta setiap
bulan, sedangkan rata rata peraturan perbankan minimal pengajuan kredit
hanya 40% dari total gaji untuk angsuran setiap bulan. Saat itu kakak
saya adalah nasabah bank besar di Indonesia yang terkenal dengan
jaringannya yang luas. Karena sudah menjadi nasabah dan kebetulan kakak
memiliki tabungan agak besar, maka mereka pun menawarkan kredit
perumahan dengan bunga fix 5 tahun sebesar 8,5 %.
Saya
waktu itu cukup pusing juga, antara pulang atau mencoba membujuk kakak
untuk mengambil di bank syaraiah. Akhirnya berbekal kenalan teman
dikampus, saya mencoba menghubungi seluruh bank syariah di Jakarta, dari
BRI syariah, Permata syariah, BNI syariah, Muamalat, BTN Syariah,
Mandiri Syariah, sampai DKI syariah.
Alhamdulilah
walaupun hanya menggunakan by phone, mereka menjawab semua pertanyaan
saya dengan sabar. Sorenya, ketika kakak ipar pulang, kujelaskan semua
seperti apa yang mereka katakana dan pesanan pertanyaan drai kakak ipar.
Dari berapa marginnya, fix atau flat, maksimal dengan total gaji berdua
bisa mengambil pinjaman berapa, lalu masa pinjaman, bagaimana jika
dilunaskan diawal. Dari beberapa pilihan hanya Bank DKI Syariah yang
paling murah, selain itu kebetulan teman juga kerja disana, tetapi
sayangnya, pinjaman maksimal kakak kurang mencukupi untuk membeli rumah.
Dari
jawaban jawaban yang diberikan pegawai perbankan tersebut, aq jadi
mengetahui hitung hitungan pengambilan KPR di perbankan syariah. Tetapi
walaupun begitu kakak masih tertarik dengan pembiayaan di BCA, selain
murah bunganya, sifatnya juga fix dan flat. Bingung, harus bagaimana
lagi, jika dibandingkan dengan bank syariah, BCA jelas lebih unggul,
dari rumah lebih dekat, selain itu bunga yang ditawarkan juga kecil.
Akhirnya berdiskusilah kita mengenai mengapa sih harus ke bank Syariah.
Kakak masih berpendapat bukankah sama saja, antara margin dan bunga, toh
sama sama ada tambahan. Malah margin Bank syariah lebih besar
dibandingkan dengan bank konvensional, gimana mau mengembangkan
perekonomian islam dan masih banyak lagi pertanyaan yang dilontarkan
kakak saya.
Akhirnya
saya teringat dari penjelasan Bang Adiwarman waktu sering ngisi di
acara KSEI di kampus, dengan nada suara rendah saya bertanya kepada
kakak, apa beda dan persamaan jimak dengan istri sama
jimak dengan yang bukan istri. Waktu itu kakak jawabnya yang satu dosa
yang satu tidak. Akhirnya saya mencoba menerangkan. Cara jimaknya sama
mungkin rasanya juga sama, tapi bedanya yang satu sudah halal yang satu
tidak karena akadnya berbeda. Begitulah antara bunga bank dengan margin
bank syariah, jumlahnya mungkin sama bahkan kadang lebih tinggi margin
dibandingkan bunga, tetapi yang satu dibolehkan yang satu tidak, karena
akadnya saja sudah berbeda. Waktu itu kakak saya Cuma bilang ooooooooo
begitu.
Lalu
sorenya ketika kita nonton TV , tiba tiba kakak ipar saya meminta
tolong untuk segera memfollowup salah satu perbankan syariah.
Alhamdulilah tentunya, kata dia Cuma satu, Kalau buat Asa (anaknya
namanya Asa), dia tidak mau coba coba, harus yang halal. Wah bener juga,
buat anak kok coba coba. Bayangkan jika separuh saja umat muslim di
Indonesia berpikir yang penting Halal, maka jumlah dana DPK perbankan
Syariah yang hanya 5% dari total seluruh DPK di perbankan Indonesia
tidak hayal lagi bisa melesat cepat menuju hitungan yang
fantastis.**sf**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar