Minggu, 04 Maret 2012

Yang penting Halal dan Toyib, Aman di dunia dan Akhirat

Kata ibu saya, semakin hari semakin banyak orang yang bertambah keimanannya, Lho kok bisa? Darimana risetnya, sudah begitu, beliau hanya ibu rumah tangga yang sama sekali tidak memahami bagaimana olah data dan sebagainya mengenai riset. Ketika ditanya lebih lanjut jawabannya begitu mudah : Lihat saja di jalanan, di sekolah, di perkantoran, orang sudah tidak malu lagi menggenakan jilbab. Bahkan di beberapa kantor hanya hitungan jari yang belum menggenakan jilbab bagi mereka yang memang sudah wajib mengenakan jilbab. Waktu itu saya protes, Nah ndak bisa dijadikan ukuran itu. Lalu satu lagi kata beliau, nah itu bank syariah aja sekarang semakin rame, banyak yang buka cabang syariah. Lalu ibu mengambil premis, bahwa orang orang Indonesia mulai mengerti mana haram mana halal, mulai bisa membedakan mana yang sesuai Al quran mana yang membangkang Al quran. “ Kamu masih mau bertahan?” Tanya ibu menutup diskusi kami.


Waktu itu saya terhenyak dan terdiam, akhirnya hanya ada senyum menyunging di ujung bibir, dengan berbagai perasaan kecut di dada. Betapa tidak sindiran ibu yang begitu halus dengan kata kata “bertambah keimanan, bank syariah makin rame, makin banyak orang berjilbab”, dan terakhir dengan pukulan telak pertanyaannya. Semalaman saya tidak bisa tertidur, bahkan istri saya sempat bertanya, apakah saya sedang dirundung masalah yang sangat berat? Waktu itu saya hanya mengatakan salah minum kopi, akhirnya saya ambil wudhu dan sholat. Saya tidak tahu ini sholat apa, yang jelas, saya belum tidur berarti belum sholat tahajud, yang saya tahu dari adik istri saya, yang kebetulan mengaji, berkata kalau perasaan sedang tak tentu sholatlah dua rakaat, kalau masih sholat lagi, berdialoglah dengan Allah selama mungkin.

Allah tidak akan bosan samapai kita bosan sendiri. Waktu itu saya sampai menangis yang luar biasa. Bagaimana tidak kata kata ibu mertua saya itu begitu menusuk dada, Saat ini baru saja saya dua bulan masuk kerja sebagai kepala cabang salah satu bank konvensional yang terkenal di kota bogor. Dengan gaji yang luar biasa besar, saya berpikir nantinya, semua beban yang selama ini hampir dipikul istri akan segera saya pikul, Biaya sekolah anak semata wayang saya di al azhar, biaya listrik, cicilan mobil, sampai dengan biaya naik haji kami tahun depan. Semua biaya yang dikeluarkan istri akan saya ganti. Tetapi semua impian itu sirna, dengan kalimat sederhana ibu mertua saya, apakah masih mau bekerja di bank konvensional? Akhirnya saya tertidur di atas sajadah sampai subuh menjelang. Tidak, saya tidak bermimpi, bahkan Allah SWT belum memberikan petunjuk sama sekali, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke ustadz yang baru dua minggu ini saya mengaji disana. Yah ternyata Allah punya jawabanya disana. Jawaban ustadz waktu itu sungguh di luar dugaan saya, kata beliau, “Setiap manusia ketika diciptakan ruhnya sudah diatur, lahir, mati, rizki, dan jodoh. Allah SWT jelas memberikan rizki yang halal untuk setiap manusia, nah jika ada manusia yang mendapat dari yang tidak halal itu bukan dari Allah. Jadi dimanapun kamu kerja ya rezekinya kamu tetap akan dapat segitu, tidak bakalan kurang, Bedanya yang satu halal yang satu tidak.” Waktu itu saya tidak lagi meneruskan pertanyaan saya, saya langsung ijin pamit pulang.
 
Setelah sholat istikharah dua hari, keputusan saya sudah bulat. Pagi itu hari rabu, saya berangkat ke kantor , bertemu anak buah, dan melakukan rapat seperti biasa, mengejar target dan sebagainya, saya berpikir dimanapun bekerja, ketika kita digaji, maka sudah menjadi hutang kita untuk melunasinya dengan bekerja sebaik baiknya. Hal ini berlangsung selama seminggu, setelah semua nya dianggap cukup, hari rabu minggu depannya, saya berangkat kekantor pusat dengan membawa seluruh berkas . Setelah meeting, semua pimpinan merasa puas, dengan program dan kemajuan yang kami capai. Sampai akhirnya mereka tertegun pada slide presentasi terakhir dimana disitu saya menuliskan sesuatu.

Ya, saya mengundurkan diri dari jabatan yang begitu menggoda kehidupan duniawi saya, padahal sudah terdengar isu jika beberapa bulan lagi saya akan dipromosikan naik ke kantor pusat. Keyakinan akan keputusan ini sudah bulat, saya tidak mau tertinggal menjadi bagian orang yang semakin beriman dinegeri ini seperti kata ibu mertua saya dan saya yakin rezeki saya pun jumlahnya akan sama dengan sekarang yang saya dapat seperti petuah ustad saya waktu itu. Yang penting janji saya kepada perusahaan saat ini sudah terpenuhi, Maka semakin mantap dan tenang hati ini meninggalkan pekerjaan saya ini.

Beberapa bulan kemudian saya mendaftar di salah satu bank syariah, dan alhamdulilah diterima sebagai Account Officer. Walaupun jabatannya tidak seperti kedudukan saya dulu tapi hati ini merasa tenang, karena harta yang dibelanjakan untuk anak dan istri saya, serta adik adik saya adalah harta yang halal, saya tidak tahu bagaimana jika harta yang dulu pernah saya kasih ketika saya masih bekerja di bank konvensional itu menjadi daging di keluarga saya, bukankah tidak diijinkan masuk surga jika ada secuil daging yang berasal dari yang haram. Tetapi saya yakin bahwa Allah maha pengasih dan penyayang, dan maha mengampuni hambanya yang benar benar ingin bertobat. Dan yang jelas saat ini take homepay saya jauh lebih besar daripada ketika saya dulu menjadi kepala cabang di salah satu bank konvensional.
 
(Tulisan ini adalah hasil dari cerita kakak ipar saya, pada waktu lebaran kemarin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar