Pagi tadi kembali berita mengenai
keluarga Siami masih menghiasi layar televisi nasional. Keluarga Ibu
siami dikucilkan , dihujat, dan dimaki oleh kebanyakan tetangga
tetangganya, dikarenakan kejujuran yang dia lakukan. Anaknya bersekolah
di salah satu SD negeri di Surabaya. Kebetulan sang anak analah anak
yang pintar dan mendapat ranking di kelasnya. sehingga oleh beberapa
guru sang Anak, AI, di plot untuk memberikan contekan kepada teman
temannya.
Ibu Siami baru mengetahui kasus contek
massal it pun 4 hari setelah pelaksanaan UN, itupun diketahui dari
beberapa wali murid teman AI, sedang Ai sendiri tidak pernah bercerita
kepada ibunya. Ketika ditanya pun AI juga tidak segera mengaku, tetapi
akhirnya AI mengaku , mengatakan bahwa 3 bulan sebelumnya, dia sudah
diminta gurunya untuk memberikan contekan. Akhirnya Ibu Siami melaporkan
ke kepala sekolah, dan jawaban kepala sekolah hanya minta maaf, karena
tidak puas ibu siami melaporkan ke komite sekolah. tetapi jawaban juga
tidak memuaskan, akhirnya Ibu Siami melaporkannya ke Dinas pendidikan
dan beberapa media massa.
Karena pemberitaan di Media massa
itulah, beberapa guru terkena sanksi, Kepala sekolah dan dua gurunya
dicopot dari jabatannya. Hal ini membuat masyarakat sekitar Siami marah,
yang akhirnya melakukan demo ke rumah Siami. Sang anak AI pn diungsikan
ke rumah neneknya. Masyarakat menuntut pengusiran kepada keluarga siami
yang dianggap telah “sok pahlawan” dan memperburuk citra SD tersebut.
Dan puncaknya justru Siami diusir dari kampung Halamannya.
Yang menjadi perhatian penulis adalah,
proses pencaci makian masyarakat terhadap keluarga Siami dan akhirnya,
berujung pada pengusiran keluarga Siami, ini hanya mendapatkan perhatian
dari pemerintah daerah saja. Padahal beritanya berhari hari disiarkan
terus menerus oleh media nasional. Bahkan masyarakat sudah dijamin bahwa
proses UN di Sd tersebut tidak akan diulang, toh masyarakat masih saja
menuntut pengusiran kepada keluarga Siami.
Saya tidak membayangkan, bagaimana hari
hari kedepan keluarga Siami yang harus terasing dari tanahnya sendiri,
hidup bermasyarakat tetapi tidak memiliki tetangga, bersosial tetapi
tidak punya wadahnya. lalu bagaimana juga dengan anaknya yang masih anak
anak, tentu saja ketakutan akan terus membayanginya.
Saya jadi teringat, salah satu dosen
saya, Bapk Firmansyah, waktu itu masih masuk semester satu, dan beliau
mengajar ilmu statistik, pertama kali yang diucapkan adalah, ” Jangan
menyontek, bagaimnapun nilai kalian akan tercantum di Ijazah, dan ijazah
itu akn dipergunakan untuk mencari uang, untuk makn, memberi makan
keluarga dan orang tua, apakah iya, apa yang kita makan adalah hasil
kecurangan” . Kebetulan waktu itu saya dekat juga dengan anak anak
Rohis yang selalu menhjarkan kejujuran kepada kita,. hal ini mebuat saya
semakin miris, ketika ternyata saudara saudara kita di salah satu
daerah di Jawa timur, begitu egois mempertahankan kecurangan yang
terjadi di salah satu SD nya.
Saya pikir masyarakat justru akan tenang
andaikan, pemimpin bangsa kita, mau turun langsung ke keluarga Siami
dan menjelaskan kepada masyarakat. Ingatan saya mengalir ke beberapa
tahun sebelumnya dimana para pemimpin bangsa mau mengunjungi salah satu
masyarakatnya. Kaus yang menimpa prita karena disudutkan salah satu RS
yang justru merugikannya.
Cukup dengan kunjungan pak sby, atau pak
bud, atau pak marzuki, dengan menenangkan masyarakat dan membela
keluarga Siami. Maka saya berharap masyarakat menjadi tenang dan kembali
bisa bertetangga dengan keluarga Siami seperti sebelum masalah ini
muncul. Semoga
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar