Minggu, 04 Maret 2012

Orang Tua, Bijaklah jika Memang Kau Perlu Tegas Kepada Anak

Hari ini aku pulang ijin dari kantor lebih cepat dari biasanya. Setelah sholat ashar, aku segera membereskan barang barangku dan memasukannya ke dalam tas. Setelah mengecek tidak ada yang ketinggalan, maka segera kupamit pada admin untuk pulang duluan, tepatnya pukul 15.30 WIB, karena jam pulang kami adalah 16.30. Rencana aku mau mengambil kado yang seminggu lalu kubeli di Mall Ciputra untuk pernikahan temanku Nila. Karena harus kesanalah akhirnya aku memutuskan naik angkot merah, tidak bis seperti biasanya.  Cuaca yang masih panas menyengat akhirnya menyebabkan ku tidak berlama lama, kulambaikan tangan begitu angkot merah yang kumaksud lewat walaupun isinya terliat kosong.


Aku duduk di sebelah pintu keluar, sehingga mudah jika turun nanti pikirku. Tepat di belakang supir kulihat seorang anak kecil perempuan sekitar berumur 10 tahun, melipat lipat uang lima ribuan dengan resah. Rambutnya panjang, dan bajunya pun rapi. Pikirku waktu itu, wah anak kecil sekarang berani berani kemana mana sendirian. Lalu kulirik dia dan kuperhatikan, ternyata matanya memerah seperti habis menangis dan di sebelah hidungnya terliat jelas bekas air mata yang mengalir. akhirnya karena kasian kusapa anak kecil itu

“Adik mau kemana?
Dianya hanya diam, lalu kusapa lagi,
“Mau kemana adik?
Akhirnya dia menjawab, “Gayamsari”
“Sendirian? rumahnya mana?” kutanya lagi anak kecil itu
“Tidak tahu” jawabnya,
“Lho kok tidak tahu, lha tadi dari mana? Adik menangis?”, kutanya lagi, bukan jawaban yang kudapat tapi malah tangisan yang keluar dari mulutnya. Maka sekali lagi kutanya; “Mengapa menangis sayang?, dimarahin sama bapak? ” dia menggeleng, “sama ibu ” jawabnya lirih.
Akhirnya aku berhenti bertanya, membiarkan dia untuk bernapas sebentar. setelah agak tenang kutanya lagi, “Lah sekarang mau kemana?”, tanyaku sambil berpindah kesebelah tempat duduknya
“ke rumah simbah, di gayam”, jawabnya
lalu kutanyakan pada dia, dimna alamat rumahnya, dia kembali menjawab tidak tahu. Waktu itu aku segera melirik supir yang ada di depanku, pikiranku sudah bermacam macam, akhirnya sang sopir bilang “Iya mbak itu anak hilang, ini mau saya antar” kata pak sopir. Aku pun akhirnya bertanya pada pak sopir darimna anak kecil itu naik, pak sopir menjawab, “tidak tahu, saya baru tahu kalau mbaknya masuk eh ada anak kecil disitu”. jawaban yang membuatku jadi makin curiga. Akhirnya kutanyakan kepada anak kecil itu dimna sekolahnya, karena ketika kutanya no telepon dan alamat rumah dia sama sekali tidak tahu. Dari sekolahnya itulah kutelepon temanku memastikan daerah mana yang dimaksud. Anak kecil itu mengatakan kalau dia sekolah di SD Beruang, dan kata temanku itu di daerah pedurungan, jauh sekali dari tempat yang tadi kunaiki.

Penumpang yang baru saja masuk malah bilang ke pak sopir dan menyarankan untuk menitipkan anak tersebut dan diturunkan di temapat mana yang dimaksud anak kecil tersebut, aku malah ketakutan teringat kasus angkot yang terjadi di jakarta. Malah pak sopirnya akhirnya bilang ” Iya itu mbak, tadi dah ikut saya dua putaran, makanya mau saya turunkan di gayam “, hadeuhhh aku makin curiga sama pak sopir, tadi katanya dia ndak tahu kalau ada anak kecil itu sekarang bilang sudah ikut dua putaran. Maka segera kubilang, “udah pak biar saya antar saja nanti, lagian kan pak sopir harus kerja, iya kan dik ndak papa” kataku sambil memegang pundak anak kecil tersebut. Semula anak kecil itu menolak, lalu kubujuk, bahwa bahaya di jalan sendirian dana sebagainya. akhirnya adik kecil itu mau juga. Dan aku pun lega, sambil kulirik wajah pak sopir.
Sebelum mengantar ke rumah neneknya kami mampir dulu ke mall ciputra, untuk mengambil handuk kado untuk temanku. Lalu kubelikan dia roti boy. Awalnya kami mau naik taksi, tetapi aku pun tidak tahu daerah yang dimaksud anak kecil itu, akhirnya kutanyakan apakah dilewati angkot, dan dia menajwab iya, turun di terowongan gayamsari. Dan aku yang sudah selama sepuluh tahun tinggal di semarang tetap saja tidak mengetahuinya, akhirnya kuputuskan naik angkot, daripada naik taksi nanti malah muter muter. Di angkot aku berpesan pada pak supir untuk diturunkan di terowongan gayamsari. Lalu setelah itu aku bertanya pada ibu ibu yang baru masuk, dimana letaknya, alhamdulillah ibu ibu tersebut akan menunjukan jalannya, karena turunnya lebih jauh daripada kita.
Selama perjalanan itu kuajak adiknya ngobrol, sambil mengatakan, kalau bapak ibu marah itu tanda sayang, biar dia tidak salah terus, biar pintar. Dan akhirnya anak kecil yang bernama Anisa ini bercerita kalau dia dimarahin karena lupa menabung uang dua ribu yang diberikan ibunya untuk di tabung. aku jadi berpikir bagaimna cara ibunya marah, hingga Nisa menjadi shock begini dan akhirnya kabur dari rumah. Para orang tua kadang terlalu memaksakan anaknya untuk berpikir sama dewasanya dengan mereka, bahwa anak kecil itu harusnya bisa mengikuti alur pikir mereka. Bukankah para orang tua pernah kecil, dan merasakan bagaimna kecil. Bukankah memang anak kecil itu belum bisa berpikir dewasa dan mengerti apa yang orang dewasa inginkan.  Bagaimna jika tadi Nisa bertemu orang jahat, yang akhirnya malah membawanya kabur, atau bertemu pedofilia, hadeuhhh aku saja samapai ngeri membayangkannya.
Para orang tua kadang begitu ingin mendapatkan anak, bahagia luar biasa ketika mendapati dirinya hamil atau melahirkan. Tetapi kadang lupa ketika titipan Tuhan ini melakukan kenakalan kenakalan kecil. Tidak tahukah para orang tua di luar sana banyak sekali yang menunggu kehadiran anak di keluarganya, sedang mereka malah melupakan nikmat yang diberikan Tuhan berupa perpanjangan garis keturunan ini dengan mengatai ngatai dan menyumpahinya. Berhati hatilah orang tua, terutama ibu, karena kata katamu adalah doa bagi anakmu dalam keadaan kau sadar ataupun tidak.
akhirnya setelah 35 menit, kami pun sampai di tempat tujuan, dari situ kami harus jalan sekitar 15 menit. Dan sampai di rumah neneknya, kujumpai nenek yang sudah sangat renta. Lalu malah menghardik Nisa mengapa kabur dari rumah, segera kupegang tangan sang nenek dan sambil tersenyum kubilang untuk tidak memerahinya.  Aku paham ternyata sang nenek kebingungan untuk memberikan ongkos padaku , karena dia tidak punya uang. Lalu kujelaskan, untuk tidak usah repot repot, dan pamit untuk pulang sambil berpesan agar tidak memarahi sang cucu.
Memang kadang kemiskinan justru akan lebih mendekati kekufuran, maka imanlah yang harus dipertebal , sehingga segala ujian yang datang bukan malah menambah kemarahan, justru malah menambah kesabaran. Untuk seluruh orang tua, jagalah nilamat Tuhan yang tiada terkira ini, jika kau sia sia, bisa jadi Tuhan akan mengambilnya, maka sesal di akhir tentu tidak akan berguna lagi……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar