Minggu, 04 Maret 2012

Mempercantik Bank Syariah Agat memikat Tapi Tetap Syar`i

“Walah sama saja…antara bank syariah dengan bank konvensional, malah bunganya tinggian syariah”
“ Ya itu bank syariah ibarat bank konvensional pake jilbab, mletot sana mletot sini, bedanya satu pake kerudung satu ndak”
Kalimat kalimat pesimis terhadap perbankan syariah seringkali terucap dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum bisa memandang perbedaaan dari bank syariah dan bank konvensional, kecuali dari segi nama, kontrak kerjasama (akad), maupun susunan dalam struktur bank syariah. Untuk yang terakhir ini , malah banyak masyarakat yang masih awam, jika di bank syariah itu ada dewan pengawas syariah, dan di bank konvensional tidak ada.
Sikap yang seperti inilah yang membuat perjalanan perbankan syariah di Indonesia menggembirakan tetapi tidak signifikan. Ini bisa dilihat dalam Gambar 1 Perbandingan Aset Perbankan Syariah dan Konvensional di Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir, dari tahun 2005 samapai dengan Mei 2010.
Gambar 1
Perbandingan Aset Perbankan Syariah dan Konvensional di Indonesia
Tahun 2005 – 2010 (dalam Milyar Rupiah)
Terlihat dalam Gambar 1, bahwa aset perbankan syariah masih jauh di bawah perbankan konvensional. Berbagai upaya dilakukan oleh Bank Indonesia dan Perbankan Syariah, bahkan walaupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa haram berkaitan dengan bunga bank di tahun 2004.,toh tetap saja asset perbankan syariah belum menunjukan pertumbuhannya yang signifikan. Tahun 2005 aset perbankan syariah dibandingankan asset seluruh perbankan di Indonesia masih 1,4 % ; tahun 2006 masih 1,55% ; tahun 2007 sekitar 1,81% ; baru di tahun 2008, dan 2009 menembuh angka di atas 2% dan di Mei 2010 baru 2,66%.
Rendahnya Aset perbankan syariah bila dibandingkan dengan perbankan konvensional ini dikarenakan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan syariah masih jauh di bawah perbankan konvensional. Hal ini terlihat jelas pada Tabel 1 Perbandingan DPK Bank Syariah dan Konvensional
Tabel1
Perbandingan DPK Bank Syariah dan Konvensional
Tahun 2008 – Mei 2010 (dalam Milyar Rupiah)
Sumber : Bank Indonesia
Keterangan/ Tahun
2008
2009
Mei 2010
Bank Umum konvensional
1.753.292
1.950.712
2.013.216
Bank Umum dan Unit Usaha Syariah
36.852
52.271
43.648
Total DPK di Perbankan
1.790.144
2.002.983
2.056.864
Prosentase DPK Bank Syariah
2,06%
2,61%
2,12%
Padahal jika dibandingkan bagi hasil bank syariah dengan bunga bank konvensional, maka bank syariah masih memberikan bagi hasil lebih besar dibandingkan bunga bank konvensional. Apabila di Equivalent rate kan (disamakan dengan bunga bank) , maka perbandingan bagi hasil bank syariah dengan bunga bank bank konvensional  akan terlihat seperti Grafik 1
Grafik 1
Perbandingan Bagi hasil bank syariah dan Bunga Bank Konvensional
Tahun 2008 – Mei 2010 (dalam prosen)
sumber : Bank Indonesia
Di tahun 2008, bagi hasil bank syariah memang masih jauh di bawah bunga deposito bank konvensional, tetapi di tahun 2009 dan 2010, bagi hasil bank syariah melebihi bunga perbankan konvensional. Tetapi ternyata tetap saja pertambahan asset perbankan syariah tidak beranjak dari angka 2%, justru malah turun di 2010. Adanya fatwa haram bunga bank baik dari MUI maupun dari Muhammadiyah dan tingkat bagi hasil yang menguntungkan masih belum mampu mendobrak pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.Sebenarnya ada apa dengan industri perbankan syariah di Indonesia ini?
Melihat fenomena di atas, timbul pertanyaan, hal seperti apakah yang harus dilakukan oleh perbankan syariah agar pertumbuhannya dapat dilihat secara signifikan.
1. Kembali ke Komitment Syariah
Komitment bersyariah, ini adalah hal utama yang harus dipegang oleh perbankan syariah di Indonesia. Baik dari bank umumnya, unit usahanya, Baitul Tanwilnya, maupun koperasi syariahnya. Sehingga ungkapan ungkapan nyinyir bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional akan hilang di masyarakat, dan masyarakat yakin betul syariahnya.
Tentu hal ini berkaitan dengan produk produk perbankan syariah baik dari segi pembiayaan (lending) maupun dari segi investasi dan simpanan (funding). Kita semua hampir mengerti benar bahwa bank syariah kebanyakan menggunakan akad murabahah (jual beli). Kebanyakan bank syariah tidak mau report dengan hal ini maka produk Murabahah (jual beli)pun digabung dengan akad Wakalah (wakil). Sehingga inilah yang akhirnya mempersepsikan di masyarakat bahwa antara bank syariah dengan bank konvensioanal sama saja. Masyarakat dengan akad jual beli keluar dari kantor bank syariah bukannya membawa barang, melainkan membawa uang. Padahal rukun akad jual beli minimal ada empat yang harus dipenuhi yaitu ;
1. Ada Penjual
2. Ada pembeli
3. Ada Perjanjian
4. Ada Barang
Syarat terakhir inilah (ada barang) yang kadang tidak ada di perbankan syariah. Dengan berdalih bisa diwakalahkan, maka akhirnya bank syariah menyederhanakan akad. Padahal harusnya ketika akad wakalah dilaksanakan, maka pihak peminjam diperbolehkan keluar membawa uang, tetapi kemudian harus kembali ke bank untuk meyerahkan barang, baru kemudian bisa di akadkan jual beli. Dengan sistem ini banyak dari bank syariah menganggap report dan banyak biaya yang justru dikhawatirkan menimbulkan banyak biaya operasional dan malah membuat perbankan syariah menjadi tidak murah dan ujung ujungnya tidak kompetitif dengan bank konvensional.
Hal ini terbantahkan ketika saya melakukan kunjungan ke Jogja, ke salah satu Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di Wates tepatnya. Namanya adalah KJKS Jogja Syariah Sejahtera (JMS), di sana ketika ada orang mau pembiayaan hand phone maka, keluar dari JMS, orang tersebut akan membawa Handphone bukan uang. Ketika pembiayaan mobil pun, maka orang akan keluar membawa kunci mobil dan mobil.
Begitu juga dengan akad akad lainnya. Lalu bagaimanakah jika barangnya tidak bisa di bawa ke kantor bank, maka officer JMS akan mendampingi si peminjam untuk membayarkan apa yang mau di beli. Begitu pula ketika akadnya adalah akad Ijarah (Sewa) ataupun akad lainnya. Dan hasilnya setelah sekitar 5 tahun perjalannya maka JMS saat ini dapat memberikan margin bagi hasil untuk investasi berjangkanya  (di bank konvensional terkenal dengan deposito) setara dengan 1,3% sebulan atau sekitar 15,6 % per bulan. Jauh berada di atas seluruh bagi hasil bank syariah di Indonesia ataupun bunga bank konvensioanal, bahkan juga masih diatas BMT ataupun Koperasi syariah yang ada di sana. Dan inipun akhirnya berdampak kemudahan bagi JMS untuk melakukan Funding dikarenakan tingkat bagi hasilnya yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa dengan komitment bersyariah tidak lantas membuat inefisiensi, atau membengkaknya biaya operasional. Pengelolaan suplier menjadi kunci utama di sini.
Bank Syariah bukan lembaga Simpan Pinjam
Bank syariah bukanlah sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi melainkan adalah sebagai investment manager. Hal inilah yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional. Melalui bank konvensional maka masyarakat dapat meminjam ke bank ketika dia mampu membayar cicilan angsuran dan bunga, walaupun sebenarnya usahanya setelah disurvey tidak layak, tetapi karena ada jaminan bisa membayar ( sk pns, sk gaji, ataupun jaminan yang melebihi pinjaman) maka bank konvensional akan mudah memberikan pinjaman. Hal ini tidak berlaku di bank syariah, ketika memang disurvey tidak layak mendapat pembiayaan walaupun sanggup mengangsur , maka wajib bagi bank syariah untuk menolak pinjamannya.
Inovasi dalam produknya, tetapi tetap Syar`i
Setiap perbankan pastilah mempunyai produk unggulan masing masing. Jika kita melihat produk produk simpanan maupun investasi di perbankan syariah akan sama antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan kadang cenderung meniru dari perbankan konvensional. Mengapa perlu inovasi tetapi harus tetap syar`i? Disinilah fungsi dari Dewan Pengawas Syariah, untuk terus mengawasi produk produk syariah. Jangan sampai produk sudah keluar tetapi masih diragukan kesyariahannya, bahkan fatwa dari Dewan Syariah Nasionalpun pun belum keluar. Ini terjadi pada salah satu perbankan syariah di Indonesia yang mana mengeluarkan produk Murabahah digabung dengan Rahn (Gadai) Emas, yang akhirnya sampai saat ini banyak menimbulkan perdebatan di forum Masyarakat Ekonomi Syariah. Untuk itulah para pengelola perbankan syariah harus jeli dalam menciptakan suatu produk tanpa melanggar kode syariah.
Pada dasarnya masyrakat menabung itu ada karena dua alasan ; Karena memang ada kelebihan dan kedua karena ada kebutuhan. Nah di poin kedua inilah manajer bank syariah harus jeli kebutuhan apa yang memang harus disiapkan oleh masyarakat, dan masyarakat dipaksa memang mau tidak mau harus mempersiapkannya. Karena jika hanya mengandalkan adanya kelebihan, untuk saat sekarang ini, masyarakat justru sedang mengalami kekurangan. Walaupun juga menurut salah satu Mahzab, bahwa kita sebaiknya menabung 30% dari pendapatan yang diterima.
Nah kebutuhan kebutuhan apa yang saat ini belum ditangkap oleh perbankan syariah, tetapi justru sudah ditangkap oleh koperasi koperasi syariah yang masih kecil kecil. Ketika saya berkunjung ke salah satu koperasi syariah binaan, maka saya kaget, bagaimana dia bisa mengcreate sebuah produk tanpa melihat bank bank yang lain, dia hanya melihat dia butuh apa. Disana saya menjumpai produk seperti Investasi Hari Raya, Investasi Qurban, Investasi Pernikahan, Investasi Kelahiran, Investasi Umroh, Investasi Pendidikan, Investasi Haji, dan Investasi Emas.
Yang menarik adalah Investasi pernikahan, kelahiran dan Emas. Produk produk ini hanya ada di koperasi koperasi kecil saja, bahkan di koperasi koperasi belum semuanya memiliki produk ini. Coba ada berapa banyak penduduk di Indonesia yang belum menikah dan ingin menikah, maka secara tidak langsung bank syariah justru malah mempermudah dengan meyediakan layanan ini. Berapa banyak setiap menitnya bayi lahir di Indonesia? Kadang untuk dua hal ini yaitu pernikahan dan kelahiran, maka orang walaupun tidak ada kelebihan pendapatan, akan berusaha untuk menyisihkan pendapatan untuk mepersiapkannya. Jika melahirkan butuh waktu Sembilan bulan maka invetasi ini akan setara dengan investasi berjangka lebih dari enam bulan. Terakhir adalah investasi emas, investasi ini tidak sama dengan murabahah emas, di sini bank menyediakan bantuan kepada masyarakat untuk menabung dengan berinvestasi emas. Kreasinya bisa bermacam macam, bisa minimal 5 gram atau 10 gram atau bahkan 1 kg (sesuai produk antam), jika investasi sudah memenuhi untuk dibelikan, maka bank mempunyai tugas untuk membelikannya dan menyerahkannya kepada investor (penabung).
Dalam setiap mengeluarkan produk inilah hendaknya bank syariah berpegang pada : 1)Fikh muamalah, apakah boleh hal tersebut dilakukan atau tidak ; 2) PSAK tentang perbankan syariah ;  dan terakhir 3) Fatwa Dewan Syariah Nasional. Hal ini perlu dilakukan agar perbankan syariah dalam mengeluarkan produk tetap inovatif tetapi tetap menjaga kehalalan produknya. Bukan hanya melihat umumnya di luar seperti apa.
Dengan tetap menjaga kesyariahannya dan terus melakukan inovasi, maka perbankan syariah , Insya Allah terus akan tumbuh dengan signifikan, karena keberkahan Allah menyertainya. Penulis tidak mengatakan bahwa samapai saat ini tidak tumbuhnya perbankan syariah secara signifikan karena ketidak berkahanya, tetapi bisa jadi masih ada unsur unsur riba di sana, yang Allah SWT, mengharamkannya. Sehingga memang sebelum terlambat dan membesar, maka dibuat kecil dulu agar dapat diperbaiki dulu sistem dan kesyariahannya. BRAVO Bank Syariah……..Insya Allah ….BISA.
” Ayo segera miliki rekening di Bank Syariah, kalau bukan kita siapa lagi”
Salam
Shoi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar