“Walah sama saja…antara bank syariah dengan bank konvensional, malah bunganya tinggian syariah”
“ Ya itu bank syariah ibarat bank konvensional pake jilbab, mletot sana mletot sini, bedanya satu pake kerudung satu ndak”
Kalimat kalimat pesimis terhadap perbankan syariah seringkali terucap
dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum bisa
memandang perbedaaan dari bank syariah dan bank konvensional, kecuali
dari segi nama, kontrak kerjasama (akad), maupun susunan dalam struktur
bank syariah. Untuk yang terakhir ini , malah banyak masyarakat yang
masih awam, jika di bank syariah itu ada dewan pengawas syariah, dan di bank konvensional tidak ada.
Sikap yang seperti inilah yang membuat perjalanan perbankan syariah di Indonesia menggembirakan tetapi tidak signifikan. Ini bisa dilihat dalam Gambar 1 Perbandingan
Aset Perbankan Syariah dan Konvensional di Indonesia selama kurun waktu
lima tahun terakhir, dari tahun 2005 samapai dengan Mei 2010.
Gambar 1
Perbandingan Aset Perbankan Syariah dan Konvensional di Indonesia
Tahun 2005 – 2010 (dalam Milyar Rupiah)
Terlihat dalam Gambar
1, bahwa aset perbankan syariah masih jauh di bawah perbankan
konvensional. Berbagai upaya dilakukan oleh Bank Indonesia dan Perbankan
Syariah, bahkan walaupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah
mengeluarkan fatwa haram berkaitan dengan bunga bank di tahun 2004.,toh
tetap saja asset perbankan syariah belum menunjukan pertumbuhannya yang
signifikan. Tahun 2005 aset perbankan syariah dibandingankan asset
seluruh perbankan di Indonesia masih 1,4 % ; tahun 2006 masih 1,55% ;
tahun 2007 sekitar 1,81% ; baru di tahun 2008, dan 2009 menembuh angka di atas 2% dan di Mei 2010 baru 2,66%.
Rendahnya
Aset perbankan syariah bila dibandingkan dengan perbankan konvensional
ini dikarenakan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan syariah masih jauh
di bawah perbankan konvensional. Hal ini terlihat jelas pada Tabel 1 Perbandingan DPK Bank Syariah dan Konvensional
Tabel1
Perbandingan DPK Bank Syariah dan Konvensional
Tahun 2008 – Mei 2010 (dalam Milyar Rupiah)
Sumber : Bank Indonesia
Keterangan/ Tahun
|
2008
|
2009
|
Mei 2010
|
Bank Umum konvensional
|
1.753.292
|
1.950.712
|
2.013.216
|
Bank Umum dan Unit Usaha Syariah
|
36.852
|
52.271
|
43.648
|
Total DPK di Perbankan
|
1.790.144
|
2.002.983
|
2.056.864
|
Prosentase DPK Bank Syariah
|
2,06%
|
2,61%
|
2,12%
|
Padahal jika dibandingkan bagi hasil bank
syariah dengan bunga bank konvensional, maka bank syariah masih
memberikan bagi hasil lebih besar dibandingkan bunga bank konvensional.
Apabila di Equivalent rate kan (disamakan dengan bunga bank) , maka
perbandingan bagi hasil bank syariah dengan bunga bank bank
konvensional akan terlihat seperti Grafik 1
Grafik 1
Perbandingan Bagi hasil bank syariah dan Bunga Bank Konvensional
Tahun 2008 – Mei 2010 (dalam prosen)
Di tahun 2008, bagi
hasil bank syariah memang masih jauh di bawah bunga deposito bank
konvensional, tetapi di tahun 2009 dan 2010, bagi hasil bank syariah
melebihi bunga perbankan konvensional. Tetapi ternyata tetap saja
pertambahan asset perbankan syariah tidak beranjak dari angka 2%, justru
malah turun di 2010. Adanya fatwa haram bunga bank baik dari MUI maupun
dari Muhammadiyah dan tingkat bagi hasil yang
menguntungkan masih belum mampu mendobrak pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia.Sebenarnya ada apa dengan industri perbankan syariah di
Indonesia ini?
Melihat fenomena di atas, timbul pertanyaan, hal seperti apakah yang harus dilakukan oleh perbankan syariah agar pertumbuhannya dapat dilihat secara signifikan.
1. Kembali ke Komitment Syariah
Komitment
bersyariah, ini adalah hal utama yang harus dipegang oleh perbankan
syariah di Indonesia. Baik dari bank umumnya, unit usahanya, Baitul
Tanwilnya, maupun koperasi syariahnya. Sehingga ungkapan ungkapan nyinyir bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional akan hilang di masyarakat, dan masyarakat yakin betul syariahnya.
Tentu
hal ini berkaitan dengan produk produk perbankan syariah baik dari segi
pembiayaan (lending) maupun dari segi investasi dan simpanan (funding).
Kita semua hampir mengerti benar bahwa bank syariah kebanyakan
menggunakan akad murabahah (jual beli). Kebanyakan bank syariah tidak
mau report dengan hal ini maka produk Murabahah (jual
beli)pun digabung dengan akad Wakalah (wakil). Sehingga inilah yang
akhirnya mempersepsikan di masyarakat bahwa antara bank syariah dengan
bank konvensioanal sama saja. Masyarakat dengan akad jual beli keluar
dari kantor bank syariah bukannya membawa barang, melainkan membawa
uang. Padahal rukun akad jual beli minimal ada empat yang harus dipenuhi
yaitu ;
1. Ada Penjual
2. Ada pembeli
3. Ada Perjanjian
4. Ada Barang
Syarat
terakhir inilah (ada barang) yang kadang tidak ada di perbankan
syariah. Dengan berdalih bisa diwakalahkan, maka akhirnya bank syariah
menyederhanakan akad. Padahal harusnya ketika akad wakalah dilaksanakan,
maka pihak peminjam diperbolehkan keluar membawa uang, tetapi kemudian
harus kembali ke bank untuk meyerahkan barang, baru kemudian bisa di
akadkan jual beli. Dengan sistem ini banyak dari bank syariah menganggap
report dan banyak biaya yang justru dikhawatirkan menimbulkan banyak
biaya operasional dan malah membuat perbankan syariah menjadi tidak
murah dan ujung ujungnya tidak kompetitif dengan bank konvensional.
Hal
ini terbantahkan ketika saya melakukan kunjungan ke Jogja, ke salah
satu Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di Wates tepatnya. Namanya
adalah KJKS Jogja Syariah Sejahtera (JMS), di sana ketika ada orang mau pembiayaan hand phone maka, keluar dari JMS,
orang tersebut akan membawa Handphone bukan uang. Ketika pembiayaan
mobil pun, maka orang akan keluar membawa kunci mobil dan mobil.
Begitu
juga dengan akad akad lainnya. Lalu bagaimanakah jika barangnya tidak
bisa di bawa ke kantor bank, maka officer JMS akan mendampingi si
peminjam untuk membayarkan apa yang mau di beli. Begitu pula ketika
akadnya adalah akad Ijarah (Sewa) ataupun akad lainnya. Dan hasilnya
setelah sekitar 5 tahun perjalannya maka JMS saat ini dapat memberikan
margin bagi hasil untuk investasi berjangkanya (di bank konvensional
terkenal dengan deposito) setara dengan 1,3% sebulan atau sekitar 15,6
% per bulan. Jauh berada di atas seluruh bagi hasil bank syariah di
Indonesia ataupun bunga bank konvensioanal, bahkan juga masih diatas BMT
ataupun Koperasi syariah yang ada di sana. Dan inipun akhirnya
berdampak kemudahan bagi JMS untuk melakukan Funding dikarenakan tingkat
bagi hasilnya yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa dengan komitment
bersyariah tidak lantas membuat inefisiensi, atau membengkaknya biaya
operasional. Pengelolaan suplier menjadi kunci utama di sini.
Bank Syariah bukan lembaga Simpan Pinjam
Bank
syariah bukanlah sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi melainkan adalah
sebagai investment manager. Hal inilah yang membedakan bank syariah
dengan bank konvensional. Melalui bank konvensional maka masyarakat
dapat meminjam ke bank ketika dia mampu membayar cicilan angsuran dan
bunga, walaupun sebenarnya usahanya setelah disurvey tidak layak, tetapi
karena ada jaminan bisa membayar ( sk pns, sk gaji, ataupun jaminan
yang melebihi pinjaman) maka bank konvensional akan mudah memberikan
pinjaman. Hal ini tidak berlaku di bank syariah, ketika memang disurvey
tidak layak mendapat pembiayaan walaupun sanggup mengangsur , maka wajib
bagi bank syariah untuk menolak pinjamannya.
Inovasi dalam produknya, tetapi tetap Syar`i
Setiap
perbankan pastilah mempunyai produk unggulan masing masing. Jika kita
melihat produk produk simpanan maupun investasi di perbankan syariah
akan sama antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan
kadang cenderung meniru dari perbankan konvensional. Mengapa perlu
inovasi tetapi harus tetap syar`i? Disinilah fungsi dari Dewan
Pengawas Syariah, untuk terus mengawasi produk produk syariah. Jangan
sampai produk sudah keluar tetapi masih diragukan kesyariahannya, bahkan
fatwa dari Dewan Syariah Nasionalpun pun belum keluar. Ini terjadi pada
salah satu perbankan syariah di Indonesia yang mana mengeluarkan produk
Murabahah digabung dengan Rahn (Gadai) Emas, yang akhirnya sampai saat
ini banyak menimbulkan perdebatan di forum Masyarakat Ekonomi Syariah. Untuk itulah para pengelola perbankan syariah harus jeli dalam menciptakan suatu produk tanpa melanggar kode syariah.
Pada dasarnya masyrakat menabung itu ada karena dua alasan ; Karena memang ada kelebihan dan kedua karena
ada kebutuhan. Nah di poin kedua inilah manajer bank syariah harus jeli
kebutuhan apa yang memang harus disiapkan oleh masyarakat, dan
masyarakat dipaksa memang mau tidak mau harus mempersiapkannya. Karena
jika hanya mengandalkan adanya kelebihan, untuk saat sekarang ini,
masyarakat justru sedang mengalami kekurangan. Walaupun juga menurut salah satu Mahzab, bahwa kita sebaiknya menabung 30% dari pendapatan yang diterima.
Nah
kebutuhan kebutuhan apa yang saat ini belum ditangkap oleh perbankan
syariah, tetapi justru sudah ditangkap oleh koperasi koperasi syariah
yang masih kecil kecil. Ketika saya berkunjung ke salah satu koperasi
syariah binaan, maka saya kaget, bagaimana dia bisa mengcreate sebuah
produk tanpa melihat bank bank yang lain, dia hanya melihat dia butuh
apa. Disana saya menjumpai produk seperti Investasi Hari Raya, Investasi
Qurban, Investasi Pernikahan, Investasi Kelahiran, Investasi Umroh,
Investasi Pendidikan, Investasi Haji, dan Investasi Emas.
Yang
menarik adalah Investasi pernikahan, kelahiran dan Emas. Produk produk
ini hanya ada di koperasi koperasi kecil saja, bahkan di koperasi
koperasi belum semuanya memiliki produk ini. Coba ada berapa banyak
penduduk di Indonesia yang belum menikah dan ingin menikah, maka secara
tidak langsung bank syariah justru malah mempermudah dengan meyediakan
layanan ini. Berapa banyak setiap menitnya bayi lahir di Indonesia?
Kadang untuk dua hal ini yaitu pernikahan dan kelahiran, maka orang
walaupun tidak ada kelebihan pendapatan, akan berusaha untuk menyisihkan
pendapatan untuk mepersiapkannya. Jika melahirkan butuh waktu Sembilan
bulan maka invetasi ini akan setara dengan investasi berjangka lebih
dari enam bulan. Terakhir adalah investasi emas, investasi ini tidak
sama dengan murabahah emas, di sini bank menyediakan bantuan kepada
masyarakat untuk menabung dengan berinvestasi emas. Kreasinya bisa
bermacam macam, bisa minimal 5 gram atau 10 gram atau
bahkan 1 kg (sesuai produk antam), jika investasi sudah memenuhi untuk
dibelikan, maka bank mempunyai tugas untuk membelikannya dan
menyerahkannya kepada investor (penabung).
Dalam setiap
mengeluarkan produk inilah hendaknya bank syariah berpegang pada :
1)Fikh muamalah, apakah boleh hal tersebut dilakukan atau tidak ; 2)
PSAK tentang perbankan syariah ; dan terakhir 3) Fatwa Dewan Syariah
Nasional. Hal ini perlu dilakukan agar perbankan syariah dalam
mengeluarkan produk tetap inovatif tetapi tetap menjaga kehalalan
produknya. Bukan hanya melihat umumnya di luar seperti apa.
Dengan
tetap menjaga kesyariahannya dan terus melakukan inovasi, maka perbankan
syariah , Insya Allah terus akan tumbuh dengan signifikan, karena
keberkahan Allah menyertainya. Penulis tidak mengatakan bahwa samapai
saat ini tidak tumbuhnya perbankan syariah secara signifikan karena
ketidak berkahanya, tetapi bisa jadi masih ada unsur unsur riba di sana,
yang Allah SWT, mengharamkannya. Sehingga memang sebelum terlambat dan
membesar, maka dibuat kecil dulu agar dapat diperbaiki dulu sistem dan
kesyariahannya. BRAVO Bank Syariah……..Insya Allah ….BISA.
” Ayo segera miliki rekening di Bank Syariah, kalau bukan kita siapa lagi”
Salam
Shoi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar