Ketika waktu itu Nabi ibrahim AS,
diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya, maka memang nabi ibrahim
sempat ragu, justru Ismail AS lah yang menguatkannya. Dan perintahpun
akhirnya dilaksanakan. lalu bagaimna dengan kita? Sudahkah kita
berkurban?
Saya jadi teringat ketika waktu SD
dulu,maka menjadi agenda wajib setiap tahun, kita anak anak diminta
guru untuk iuran berlatih berkurban, begitu pula ketika menginjak smp
dan sma. Bahkan ketika smp dan sma, kita juga diajak untuk menyebarkan
hewan kurban. Alasan guruku waktu itu adalah agar kita mengerti benar
apa esensi kurban. Rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan
sebenarnya merupakan inti dari pelaksanaan kurban.
Ketika aku lulus sma, dan
melanjutkan perguruan tinggi di semarang, kembali lagi semangat
berkurban ditempa oleh teman teman di Peduli dhuafa Rohis Fakultas
Ekonomi Undip. Yang menyenangkan adalah kita sebagai anak baru selalu
diajak serta kemana daging kurban disebar. Tempat yang dipilih adalh
tempat tempat yang susah dijangkau, dan memang termasuk daerah yang
membutuhkan banyak bantuan. Ada tempat yang sama sekali selama duapuluh
tahun tak pernah makan daging kurban, karena tak ada penduduk di
daerah itu yang mampu berkurban. Ada tempat yang sangat jauh dijangkau,
dan tak pernah mendapat kiriman daging kurban. Untuk samapai kesana,
kita harus berjalan kaki sekitar dua km melewati daerah rawa. Dan
ketika samapai disana, ternyata itu adalah daerah nelayan, yang rumahnya
saja semua masih dari papan pana yang banyak berlubang dimna mana.
Lantainyapun masih tanah. Dan ketika kita kurban disana, masayarakatnya
sangat senang luar biasa, bukan karena mereka mendapat daging kurban
tapi mereka dapat merasakan hiruk pikuknya idul adha dengan menyembelih
kurban dan membagikan ke tetangga tettangga. karena hampir puluhan
tahun mereka tak pernah melakukannya.
Aku jadi teringat, ketika dulu
setelah lulus sma, pas hari idul adha, aku berada di rumah kontrakan
saudaraku di jogja. Kebetulan rumahnya dekat masjid, dam memang daerah
itu adalah daerah orang kaya. dan saudara juga mendapat jatah daging
kurban. Waktu diantar dan aku menerimanya aku kaget bukan main. ” wah
banyak sekali dagingnya,hampir satu kresek hitam ukuran sedang penuh”
Lalu aku bertanya sama saudaraku, jawabnya adalah ” ya biasa dik,
memang disini ini setiap kurban, minimal dapat dua kilogram sapi dan
satu kilogram kambing”. Gubrak… aku jadi teringat didesaku waktu itu,
paling tidak kita itu hanya kan mendapat seperempat daging itu pun
sudah campur baur dengan jeroan dan tulang tulang. setelah aku tanya
kembali karena yang kurban di daerah saudaraku banyak sekali, sapinya
aja bisa mencapai 15 ekor belum kambingnya bisa lebih dari 50 ekor…..
walaupun merka juga sudah membagikan ke daerah daerah yang kurang
mampu. aku jadi berpikir kok bisa ya tidak merata begini. Di desaku
masih alhamdulilah dapat seperempat kg, disini satu orang bisa dapat
samapi 3 kg, padahal masih banyak daerah lain yang malah tidak dapat
sama sekali walaupun mereka itu berhak
Kurban tahun ini pun kemungkinan
tidak meratanya sebar kurban massih sangat tinggi. Hal ini sudah saya
buktikan sendiri, kebetulan salah satu kakakku tinggal di daerah
terpencil, dan masyarakat disana masih salah kaprah dengan kurban.
kbanyakan tidak mau kurban sapi lebih memilih kambing, padahal secara
daging jika nanti dibagikan akan lebih banyak sapi. anggapan mereka,
kalau kambing akan dinaikin satu orang ntar di sirothol mustaqim tapi
kalau sapi yang naik tujuh orang jadi nanti tidak cepat larinya.. ha
ha ha.. lucu juga. Akhirnya kami sepakat untuk kurban di daerah
tersebut, dan ternyata ada beberapa titik. setelah dikumpulkan kami
kekurangan orang. Akhirnya aku mulai menghubungi beberapa kenalan, dan
ku sms satu satu sambil kujelaskan mengapa…dan jawabanya beraneka
ragam
1. Ada yang menjawab..:sipss, ikut satu,
2. ” sory shoi, aku di masjid sebelahku, nggak enak sama tetanggaku
3. “Aduh shoy, aku jadi panitia di masjidku, masak aku sendiri malah ndak berkurban
4. ” Gimana ya shoi, sebenarnya ingin sih, tapi masalahnya ndak enak sama lingkungan sekitar, nanti ndak ketahuan kalau kurban”
he he he dan aku sih memaklumi
saja, karena semua orang bebas menentukan pilihan. Walaupun jawaban 2,
3, dan 4 itu mereka tinggal di daerah elit dan ketika pun kutanya
balik, rata rata yang berkurban disana sangat banyak. Ingtanku jadi
melayang ke beberapa tahun silam, ketika masih di bangku kuliah bersama
teman teman peduli dhuafa rohis fe Undip. yang mana masih banyak
tempat yang tidak pernah terjangkau oleh kurban, lalu mengapa kita
masih egois dengan menjaga nama diri di tetangga atau di depan takmir
masjid, bukankah berkurban itu adalah ujung dari setelah ramadhan yang
kemarin kita lalui, dimna disinilah puncaknya ketika kita melakukan
kurban, yang mana, tidak mempedulikan harga hewan yang kita kurbankan
atau juga nama si penerima hewan kurban. Bukankah salah satu tujuan
kurban adalah pemerataan , agar orang yang tidak pernah makan daging
kurban karena tidak mampu membeli akan lebih berhak menerima daripada
mereka yang setiap hari beli daging saja tak pernah ada kesulitan.
Bukankah kurban itu biarlah Allah yang menilai, bukan apa kata orang….
Ayooo kembalikan kurban pada
tempatnya, bukan sebagai penjaga nama baik kita, tetapi memang
kewajiban bagi kita ketika kita telah mampu berkurban… masih menerima
juga nih untuk disalurkan ke daerah daerah terpencil atau hubungi
lembag alembaga amil terdekat, seperti PKPU, RZI, ataupun laziz di
daera masing masing, karena biasanya lembaga amil akan menyebar di
daerah yang membutuhkan…. ayo kita sebar kurban dengan merata.
Ayo berkurban…karena satu helai bulunya, satu kebaikan disana….
“Sesungguhnya Kami telah memberi kamu nikmat yang banyak. Karena itu, dirikan shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah”. (QS Al Kautsar: 1-2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar