Minggu, 04 Maret 2012

Dimanakah Qurbanmu (Refleksi Kurban Yang Kurang Merata)

Ketika waktu itu Nabi ibrahim AS, diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya, maka memang nabi ibrahim sempat ragu, justru Ismail AS lah yang menguatkannya. Dan perintahpun akhirnya dilaksanakan. lalu bagaimna dengan kita? Sudahkah kita berkurban?

Saya jadi teringat ketika waktu SD dulu,maka menjadi agenda wajib setiap tahun, kita anak anak diminta guru untuk iuran berlatih berkurban, begitu pula ketika menginjak smp dan sma. Bahkan ketika smp dan sma, kita juga diajak untuk menyebarkan hewan kurban. Alasan guruku waktu itu adalah agar kita mengerti benar apa esensi kurban. Rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan sebenarnya merupakan inti dari pelaksanaan kurban.

Ketika aku lulus sma, dan melanjutkan perguruan tinggi di semarang, kembali lagi semangat berkurban ditempa oleh teman teman di Peduli dhuafa Rohis Fakultas Ekonomi Undip. Yang menyenangkan adalah kita sebagai anak baru selalu diajak serta kemana daging kurban disebar. Tempat yang dipilih adalh tempat tempat yang susah dijangkau, dan memang termasuk daerah yang membutuhkan banyak bantuan. Ada tempat yang sama sekali selama duapuluh tahun tak pernah makan daging kurban, karena tak ada penduduk di daerah itu yang mampu berkurban. Ada tempat yang sangat jauh dijangkau, dan tak pernah mendapat kiriman daging kurban.  Untuk samapai kesana, kita harus berjalan kaki sekitar dua km melewati  daerah rawa. Dan ketika samapai disana, ternyata itu adalah daerah nelayan, yang rumahnya saja semua masih dari papan pana yang banyak berlubang dimna mana. Lantainyapun masih tanah. Dan ketika kita kurban disana, masayarakatnya sangat senang luar biasa, bukan karena mereka mendapat daging kurban tapi mereka dapat merasakan hiruk pikuknya idul adha dengan menyembelih kurban dan membagikan ke tetangga tettangga. karena hampir puluhan tahun mereka tak pernah melakukannya.

Aku jadi teringat, ketika dulu setelah lulus sma, pas hari idul adha, aku berada di rumah kontrakan saudaraku di jogja. Kebetulan rumahnya dekat masjid, dam memang daerah itu adalah daerah orang kaya. dan saudara juga mendapat jatah daging kurban. Waktu diantar dan aku menerimanya aku kaget bukan main. ” wah banyak sekali dagingnya,hampir satu kresek hitam ukuran sedang penuh” Lalu aku bertanya sama saudaraku, jawabnya adalah ” ya biasa dik, memang disini ini setiap kurban, minimal dapat dua kilogram sapi dan satu kilogram kambing”. Gubrak… aku jadi teringat didesaku waktu itu, paling tidak kita itu hanya kan mendapat seperempat daging itu pun sudah campur baur dengan jeroan dan tulang tulang. setelah aku tanya kembali karena yang kurban di daerah saudaraku banyak sekali, sapinya aja bisa mencapai 15 ekor belum kambingnya bisa lebih dari 50 ekor….. walaupun merka juga sudah membagikan ke daerah daerah yang kurang mampu. aku jadi berpikir kok bisa ya tidak merata begini. Di desaku masih alhamdulilah dapat seperempat kg, disini satu orang bisa dapat samapi 3 kg, padahal masih banyak daerah lain yang malah tidak dapat sama sekali walaupun mereka itu berhak

Kurban tahun ini pun kemungkinan tidak meratanya sebar kurban massih sangat tinggi. Hal ini sudah saya buktikan sendiri, kebetulan salah satu kakakku tinggal di daerah terpencil, dan masyarakat disana masih salah kaprah dengan kurban. kbanyakan tidak mau kurban sapi lebih memilih kambing, padahal secara daging jika nanti dibagikan akan lebih banyak sapi. anggapan mereka, kalau kambing akan dinaikin satu orang ntar di sirothol mustaqim tapi kalau sapi yang naik tujuh orang jadi nanti tidak  cepat larinya.. ha ha ha.. lucu juga. Akhirnya kami sepakat untuk kurban di daerah tersebut, dan ternyata ada beberapa titik. setelah dikumpulkan kami kekurangan orang. Akhirnya aku mulai menghubungi beberapa kenalan,  dan ku sms satu satu sambil kujelaskan mengapa…dan jawabanya beraneka ragam
 
1. Ada yang menjawab..:sipss, ikut satu,
2. ” sory shoi, aku di masjid sebelahku, nggak enak sama tetanggaku
3. “Aduh shoy, aku jadi panitia di masjidku, masak aku sendiri malah ndak berkurban
4. ” Gimana ya shoi, sebenarnya ingin sih, tapi masalahnya ndak enak sama lingkungan sekitar, nanti ndak ketahuan kalau kurban”

he he he dan aku sih memaklumi saja, karena semua orang bebas menentukan pilihan. Walaupun jawaban 2, 3, dan 4 itu mereka tinggal di daerah elit dan ketika pun kutanya balik, rata rata yang berkurban disana sangat banyak. Ingtanku jadi melayang ke beberapa tahun silam, ketika masih di bangku kuliah bersama teman teman peduli dhuafa rohis fe Undip. yang mana masih banyak tempat yang tidak pernah terjangkau oleh kurban, lalu mengapa kita masih egois dengan menjaga nama diri di tetangga atau di depan takmir masjid, bukankah berkurban itu adalah ujung dari setelah ramadhan yang kemarin kita lalui, dimna disinilah puncaknya ketika kita melakukan kurban, yang mana, tidak mempedulikan harga hewan yang kita kurbankan atau juga nama si penerima hewan kurban. Bukankah salah satu tujuan kurban adalah pemerataan , agar orang yang tidak pernah makan daging kurban karena tidak mampu membeli akan lebih berhak menerima daripada mereka yang setiap hari beli daging saja tak pernah ada kesulitan.  Bukankah kurban itu biarlah Allah yang menilai, bukan apa kata orang….

Ayooo kembalikan kurban pada tempatnya, bukan sebagai penjaga nama baik kita, tetapi memang kewajiban bagi kita ketika kita telah mampu berkurban… masih menerima juga nih untuk disalurkan ke daerah daerah terpencil atau hubungi lembag alembaga amil terdekat, seperti PKPU, RZI, ataupun laziz di daera masing masing, karena biasanya lembaga amil akan menyebar di daerah yang membutuhkan…. ayo kita sebar kurban dengan merata.

Ayo berkurban…karena satu helai bulunya, satu kebaikan disana….
Sesungguhnya Kami telah memberi kamu nikmat yang banyak. Karena itu, dirikan shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah”. (QS Al Kautsar: 1-2).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar