Sukacita mereka itu menyambut kehamilan yang tiba
Maka Sang Ayah pun bekerja lebih giat, guna mempersiapkan persalinan yang layak
Sang ibu pun tak mau ketinggalan, agar sang bayi lahir dengan normal
Sembilan bulan mereka terus berusaha dan terus berusaha
Agar nikmat Tuhan ini tak tersiakan
****
Rasa mual yang datang menghunjam, dilawannya, agar sang janin tetap mendapat asupan
Perut yang makin membuncit dan kadang menyakitkan , tak pernah dikeluhkan
Tulang punggung yang semakin berat tak pernah dirasakan
Wajahnya bersinar dan terus bersinar
*****
Tibalah saat yang mendebarkan
Sang bapak mondar mandir tak tentu arah, resah, gundah, dan khawatir bercampur baur
Sang ibu meregang nyawa dalam ruangan, hanya satu yang diharapkan
Anaknya lahir normal dan selamat, tanpa mempedulikan dengan nyawanya yang belum tentu selamat
*****
Wajahnya begitu sumringah, ketika sang bayi berhasil menghirup udara segar di sekitarnya
Dibuangnya rasa neg dan rasa jijik ketika harus berpelepotan dengan kotoran
Bahkan ditahannya rasa sakit, ketika sang bayi menyusu dengan giginya
Ditahannya rasa kantuk tiap hari, karena sang bayi tidak mau bertoleransi dengan waktu
rasa khawatir yang luar biasa menjelma ketika sang bayi jatuh sakit
Ditahannya rasa kantuk dan lelah, agar doa tak pernah kering dilantunkan
*****
Tahun berlalu, waktu bergulir
Sang bayi pun tumbuh dan bertambah umur
Mereka semakin bekerja keras
Agar Sang bayi dapat bersekolah dengan layak
Kaki dijadikan kepala, kepala dijadikan kaki, tak pernah dirasa
atau kadang pun harus menahan malu, agar bisa ngutang ke tetangga
*****
Kini liatlah Mereka bisa bercerita dengan bangga kepada para tetangga dan sanak keluarga
sang bayi sudah hidup mapan
Para Sang bayi sudah dapat hidup layak
Rumahnya bertingkat
Mobilnya berjajar mengkilat
******
Para tetangga selalu berujar
” senang sekali menjadi mereka, karena hidup telah dijamin para Sang Bayi”
” Bahagia sekali menjadi mereka, karena para sang bayi menjadi jaminan kesejahteraan”
‘Wah pasti jutaan nih tiap bulannya, kata tetangga dengan sumringah”
Mereka hanya berkata “alhamdulillah”
Menyembunyikan aib para Sang bayi
*****
Karena Para sang Bayi tak pernah berkirim salam
berharap minimal setiap pekan, minimal setiap bulan saja belum tentu kesampaian
Apalagi berkirim uang……
Bagi para Sang bayi, hidup didesa tidaklah memerlukan dana
Sudahlah mereka kan bisa hidup biasa aja
tanpa Sang bayi memikirkan
Berapa sumbangan yang harus dikeluarkan mereka
untuk membalas kebaikan para rekan
Berapa biaya kesehatan yang harus dibayarkan mereka
untuk mengobati badan yang sudah diperas raganya guna mempersiapkan kehidupan layak sang bayi
Berapa biaya makan mereka yang makin melambung
untuk menunjang ringkihnya raga yang makin menua
Berapa ramai jalanan kota, dimana mereka harus berpanas ria ataupun beratruh nyawa atas segala jalanan yang tak lagi ramah
******
Para sang bayi hanya akan datang
Sekali dalam setahun setiap perayaan keagamaan
Para Sang bayi hanya akan memberi
Sekali dalam setahun bagaikan ” menyumbang” sebuah undangan
******
Lupakah para Sang bayi
Rumahnya yang bertingkat
Mobilnya yang berjajar mengkilat
Jabatan yang terus meroket
Anak anaknya yang bisa makan dengan nikmat
karena peluh mereka
karena puasa puasa mereka
karena lapar lapar mereka
karena malu malu mereka yang digadaikan
*****
Semoga saja kita tidak menjadi para sang bayi
Yang bahkan sejumput doa pun tak pernah diberi
Apabila tiba saatnya nanti
janganlah sesal yang datang
ketika apa yang kita dapat tak lagi dapat kita bagi
karena mereka tak lagi dapat merasai apa yang kita nikmati
Hanya hening dan sendiri yang mereka resapi
terakhir hanya doa yang mereka harap
untuk menemani mereka dalam sendirian di bawah nisan yang terbentang
semoga saja tidak
Maka Sang Ayah pun bekerja lebih giat, guna mempersiapkan persalinan yang layak
Sang ibu pun tak mau ketinggalan, agar sang bayi lahir dengan normal
Sembilan bulan mereka terus berusaha dan terus berusaha
Agar nikmat Tuhan ini tak tersiakan
****
Rasa mual yang datang menghunjam, dilawannya, agar sang janin tetap mendapat asupan
Perut yang makin membuncit dan kadang menyakitkan , tak pernah dikeluhkan
Tulang punggung yang semakin berat tak pernah dirasakan
Wajahnya bersinar dan terus bersinar
*****
Tibalah saat yang mendebarkan
Sang bapak mondar mandir tak tentu arah, resah, gundah, dan khawatir bercampur baur
Sang ibu meregang nyawa dalam ruangan, hanya satu yang diharapkan
Anaknya lahir normal dan selamat, tanpa mempedulikan dengan nyawanya yang belum tentu selamat
*****
Wajahnya begitu sumringah, ketika sang bayi berhasil menghirup udara segar di sekitarnya
Dibuangnya rasa neg dan rasa jijik ketika harus berpelepotan dengan kotoran
Bahkan ditahannya rasa sakit, ketika sang bayi menyusu dengan giginya
Ditahannya rasa kantuk tiap hari, karena sang bayi tidak mau bertoleransi dengan waktu
rasa khawatir yang luar biasa menjelma ketika sang bayi jatuh sakit
Ditahannya rasa kantuk dan lelah, agar doa tak pernah kering dilantunkan
*****
Tahun berlalu, waktu bergulir
Sang bayi pun tumbuh dan bertambah umur
Mereka semakin bekerja keras
Agar Sang bayi dapat bersekolah dengan layak
Kaki dijadikan kepala, kepala dijadikan kaki, tak pernah dirasa
atau kadang pun harus menahan malu, agar bisa ngutang ke tetangga
*****
Kini liatlah Mereka bisa bercerita dengan bangga kepada para tetangga dan sanak keluarga
sang bayi sudah hidup mapan
Para Sang bayi sudah dapat hidup layak
Rumahnya bertingkat
Mobilnya berjajar mengkilat
******
Para tetangga selalu berujar
” senang sekali menjadi mereka, karena hidup telah dijamin para Sang Bayi”
” Bahagia sekali menjadi mereka, karena para sang bayi menjadi jaminan kesejahteraan”
‘Wah pasti jutaan nih tiap bulannya, kata tetangga dengan sumringah”
Mereka hanya berkata “alhamdulillah”
Menyembunyikan aib para Sang bayi
*****
Karena Para sang Bayi tak pernah berkirim salam
berharap minimal setiap pekan, minimal setiap bulan saja belum tentu kesampaian
Apalagi berkirim uang……
Bagi para Sang bayi, hidup didesa tidaklah memerlukan dana
Sudahlah mereka kan bisa hidup biasa aja
tanpa Sang bayi memikirkan
Berapa sumbangan yang harus dikeluarkan mereka
untuk membalas kebaikan para rekan
Berapa biaya kesehatan yang harus dibayarkan mereka
untuk mengobati badan yang sudah diperas raganya guna mempersiapkan kehidupan layak sang bayi
Berapa biaya makan mereka yang makin melambung
untuk menunjang ringkihnya raga yang makin menua
Berapa ramai jalanan kota, dimana mereka harus berpanas ria ataupun beratruh nyawa atas segala jalanan yang tak lagi ramah
******
Para sang bayi hanya akan datang
Sekali dalam setahun setiap perayaan keagamaan
Para Sang bayi hanya akan memberi
Sekali dalam setahun bagaikan ” menyumbang” sebuah undangan
******
Lupakah para Sang bayi
Rumahnya yang bertingkat
Mobilnya yang berjajar mengkilat
Jabatan yang terus meroket
Anak anaknya yang bisa makan dengan nikmat
karena peluh mereka
karena puasa puasa mereka
karena lapar lapar mereka
karena malu malu mereka yang digadaikan
*****
Semoga saja kita tidak menjadi para sang bayi
Yang bahkan sejumput doa pun tak pernah diberi
Apabila tiba saatnya nanti
janganlah sesal yang datang
ketika apa yang kita dapat tak lagi dapat kita bagi
karena mereka tak lagi dapat merasai apa yang kita nikmati
Hanya hening dan sendiri yang mereka resapi
terakhir hanya doa yang mereka harap
untuk menemani mereka dalam sendirian di bawah nisan yang terbentang
semoga saja tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar